Susu merupakan salah satu komponen program Makan Bebas Gizi (MBG). Program tersebut bertujuan untuk memberikan makanan bergizi dan susu kepada anak sekolah dan santri di pondok pesantren. Bantuan pangan bergizi ini merupakan salah satu upaya menurunkan stunting dan berkontribusi pada Zolotoi Indonesia 2045.

Susu adalah minuman bergizi yang telah ada selama ribuan tahun. Minuman ini memiliki berbagai manfaat karena bergizi.

Satu cangkir susu mengandung 8 gram protein yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan sel, dan pengaturan sistem kekebalan tubuh. Protein lengkap mengandung sembilan asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk fungsi optimal. Minum susu dapat mengurangi kehilangan otot akibat usia dan paling baik dikonsumsi setelah berolahraga.

Susu juga mengandung nutrisi penting untuk menjaga kesehatan dan kekuatan tulang. Kalsium, fosfor, kalium, protein dan vitamin K2 seimbang. Menambahkan susu ke dalam makanan Anda dapat mencegah penyakit tulang seperti osteoporosis.

Berikut beberapa fakta susu yang menjadi menu makanan gratis di Indonesia:

1. Konsumsi susu masih rendah

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, rata-rata konsumsi susu di Indonesia tergolong masih rendah, hanya 16,27 kg per kapita. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang mencapai 36,2/kg/kg; Myanmar 26,7 kg per tahun. Thailand 22,2 kg/tahun.

Hal ini tentu menjadi perhatian karena susu mengandung berbagai protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Konsumsi susu yang cukup juga dapat membantu mencegah stunting.

2. Ketersediaan susu

Menyediakan susu dalam makanan gratis juga menjadi tantangan besar. Salah satunya adalah produksi susu lokal hanya mencapai 20% dari kebutuhan nasional, dan impor menjadi solusi baru.

Putu Julie Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pernah mengakui produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan susu nasional.

Saat ini bahan baku susu yang didistribusikan di dalam negeri baru 20 persen, kata Putu.

Ia mengaitkan penurunan produksi susu di Indonesia dengan berbagai faktor. Dari sapi berukuran kecil hingga rasio biaya pakan dan produksi susu yang tinggi.

“Kendala utama pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah rendahnya jumlah sapi perah di Indonesia, sekitar 592.000 ekor,” kata Putu.

3. Pemerintah melarang impor susu

Di tengah ramainya isu impor susu untuk program MBG, muncul kabar bahwa susu formula telah diimpor dari China dengan merek Feihe. Munculnya kabar tersebut cukup mengkhawatirkan karena China memiliki rekam jejak yang buruk seiring dengan adanya skandal yang menemukan kandungan melamin pada beberapa merek susu formula asal negeri tirai bambu tersebut.

Terkait susu impor, pada awal November, para petani memamerkan susu sapi pada acara mandi susu simbolis di Tumba Milk Memorial di Boyolali. Sebab, adanya pembatasan kuota susu yang masuk ke pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) akibat adanya kuota impor susu dari luar negeri.

Pemerintah mengambil tindakan menyusul protes atas susu impor. Kementerian Pertanian bahkan melarang impor susu. Tujuannya untuk menyerap susu produksi lokal melalui IPS.

4. Kesalahpahaman tentang susu ikan

Muncullah ide untuk memanfaatkan susu ikan (hidrolisat protein ikan) sebagai alternatif penyediaan susu yang murah. Perusahaan-perusahaan ini menghadapi tantangan karena masalah rasa, kualitas nutrisi, dan risiko kesehatan dari produk ultra-olahan. 

Menyebutkan susu ikan juga dianggap keliru. Para ahli meyakini ekstrak protein ikan tidak termasuk dalam kategori susu. Menurut Codex Alimentarius, standar pangan internasional, pedoman dan kode praktik, susu adalah susu cair, biasanya diperoleh dari hewan atau mamalia menyusui, diperoleh dari susu tanpa ekstraksi lebih lanjut.

5. Bukan susu kental manis

Yang juga masih diperdebatkan adalah kesalahpahaman bahwa susu kental manis masih dianggap sebagai susu oleh sebagian orang. Kesalahan ini tidak lepas dari promosi susu kental manis sebagai susu yang sudah berlangsung ratusan tahun.

Pemerintah memberlakukan pembatasan untuk memperbaiki kesalahan ini. Salah satunya adalah Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang melarang produsen mengiklankan susu cair manis sebagai susu.

Namun aturan ini kurang cocok untuk mengatasi masalah susu cair manis. Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/B.K.K.N. Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu adanya kerjasama dari seluruh institusi terkait.

(qlh)