Konsep orang tua malas belakangan ini beredar di linimasa media sosial, seperti TikTok. Ibu sekaligus pembuat konten @Leahova mengatakan pola asuh dengan konsep ini mendorong orang tua untuk menghentikan terlalu banyak atau terlalu banyak pekerjaan untuk anak agar bisa lebih mandiri.

Ia mengatakan bahwa meskipun ia sangat menyayangi anak-anaknya, ia menyadari bahwa ia berbuat terlalu banyak. Hal ini terlihat ketika ia melihat orang tua lain yang anaknya bahkan lebih mandiri dalam melakukan hal-hal tertentu, seperti bisa menyiapkan bekal makan siang dan membuatkan sarapan.

Video TikTok menimbulkan banyak kontroversi mengenai apakah metode tersebut baik untuk anak-anak atau tidak. Para ahli pun memberikan pandangannya mengenai tren parenting.

Pola asuh malas sendiri merupakan sebuah konsep dimana orang tua membiarkan anaknya mengurus urusannya sendiri, dengan tujuan untuk membangun kemandirian, rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri anak.

Dalam video TikTok yang telah ditonton 124 ribu kali, Leahova menghimbau para orang tua untuk bermalas-malasan dan berhenti melakukan sesuatu untuk anaknya. Sebagai seorang ibu, ia sendiri membandingkan anak mandirinya dengan anak teman-temannya yang masih bergantung pada orang tuanya untuk kebutuhan pokok seperti sarapan.

Dengan menjadi ‘foiler’, orang tua justru bisa membantu anaknya menjadi lebih mandiri, tulis @Leahova sebagai keterangan video.

Amy McCready, dari Positive Parenting Solutions, tidak memungkiri bahwa banyak orang tua yang mengerjakan pekerjaan anaknya, padahal anaknya sendiri mampu melakukannya. Hal ini sangat menghambat kemandirian dan kepercayaan diri anak.

Menurut pelatih parenting Tessa Stuckey, penting untuk beralih dari “memperbaiki” menjadi “mendukung” anak Anda, mendorong anak Anda untuk menghadapi tantangan dan membangun keterampilan hidup.

Ia menyarankan agar orang tua mulai meminta anak-anak mereka untuk berkontribusi dalam pekerjaan rumah tangga di rumah dan bertanggung jawab atas pekerjaan sekolah, termasuk berkomunikasi dengan guru mereka.

“Orang tua seharusnya hanya membantu anak-anak mereka dengan memberikan bimbingan dan kesempatan bagi mereka untuk mencoba sendiri,” jelas Amy McCready.

Menurutnya, pendekatan terbaik adalah sebagai pelatih, bukan penyelamat, sehingga anak belajar memecahkan masalah dan membangun ketahanan.

Senada dengan ahli lainnya, Hannah Keeley menekankan pentingnya menemukan “titik keseimbangan” di mana tantangan diimbangi dengan kemampuan anak.

Jika tantangannya terlalu besar, orang tua perlu turun tangan. Intinya, orang tua harus menyeimbangkan dukungan dan kemandirian, membiarkan anak belajar dari kegagalan untuk berkembang di masa depan.

(rpa)