KENDAL – Kisah penyesalan tumbuh di lereng Gunung Ungaran, seiring kembalinya burung secara perlahan. Supolo atau akrab disapa Kang Polo dulunya dikenal sebagai pemburu setia di Dusun Gunungsari, Desa Ngesrep Balong, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Di usianya yang ke-44, ia bercerita tentang perjalanan batin dari seorang pecinta menembak burung hingga hewan langka lainnya hingga menjadi penjaga alam yang setia. Sebelumnya, tidak ada yang lolos dari pistol, hingga suara pistol menjadi lagu sehari-hari.
“Saya pernah menembak setiap hewan yang bergerak. Saya juga berburu burung dan hewan lainnya,” ujarnya lirih sambil memandangi pepohonan di hutan Ngesrepbalonge, Minggu (10/11/2024).
Tapi waktunya telah tiba. “Saya bangun pagi itu dan tidak mendengar kicauan burung lagi. Rasanya seperti hutan,” kenang Kang Polo dengan suaranya yang bergetar.
Itu merupakan pukulan keras baginya. Setelah hening sejenak, Kang Polo mulai memahami bahwa hewan-hewan tersebut tidak ditinggalkan tanpa alasan. Sama seperti seorang anak yang kehilangan orang tuanya, bayi burung pun turut berduka atas tindakan mereka.
“Saat seorang ibu meninggal, seorang anak pun bingung. Orang tuaku menelantarkanku sejak kecil,” gumamnya lirih.
Peristiwa ini membawanya ke jalur baru. Dia perlahan meninggalkan pipa itu, memilih jalan damai dengan alam. Secercah harapan hadir melalui program Golden Julang yang digagas PLN Indonesia Power dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).
“Kita diajak melihat alam dengan cara yang berbeda. Ya, saya datang, tapi dengan kamera. Setiap jepretan adalah kisah abadi, momen kenangan tanpa darah,” ujarnya sambil mengedipkan mata.
Penyutradaraan dengan kamera, menurut Polo Kang menghadirkan keindahan yang tak lekang oleh waktu. Setiap kali saya pergi ke hutan, saya selalu membawa tas ransel berisi kamera dengan lensa yang sangat panjang, tripod, senter, dan sebotol air mineral.
“Saat pistol meledak, semuanya berakhir. Tapi dengan kamera, kenangan itu hidup. Kita bisa kembali ke momen itu kapan saja,” ujarnya antusias.
Kini sedang dilakukan konservasi burung langka di Gunung Ungaran, khususnya Burung Rangkong Emas yang mulai bersarang pada bulan September hingga akhir Oktober. Kang Polo pun mengenali pohon-pohon besar yang menjadi tempat sarang Burung Rangkong Emas.
Karena kalau dekat, burungnya lari. Burung itu sensitif sekali, kalaupun mau memberi makan anak-anaknya dan melihat seseorang, burung itu akan melakukannya. lari dan tinggalkan anak-anaknya,” jelasnya.
Di kawasan sekitar, burung Bulbul jangkrik, Sepah, dan Pijantung kembali mewarnai langit, meski populasinya belum pulih seperti semula. “Kami tidak ingin anak-anak kami tumbuh di hutan yang sunyi. Hutan ini harus kembali bernyanyi,” tegasnya.
Untuk memantau satwa tersebut, Kang Polo dan timnya memasang kamera jebakan – alat yang merekam pergerakan satwa tersebut tanpa mengganggu habitatnya. “Ada rusa, burung nuri warna-warni, bahkan ada kadal liar yang lambat beradaptasi. Setiap video ditulis seperti perbincangan diam antara kita dan mereka,” ujarnya penuh anugerah.
Awalnya, ia bersama beberapa pemburu lainnya membentuk kelompok konservasi bernama Pohon Asuh. Dipimpin Unnes dan PLN Indonesia Power, mereka berubah dari perusak menjadi pelindung. Persaingan mereka juga menarik wisatawan dari Amazon, Amerika, yang datang khusus untuk mencari burung tersebut.
“Kisah hutan ini sampai ke seberang lautan. Kita bangga, tapi tanggung jawab kita juga semakin besar,” ujarnya.
Kang Polo sempat meninggalkan pistolnya dan mengganti kamera sebagai alat untuk mengabadikan keindahan alam yang tersembunyi di hutan sekitar Gunungsari, Kendal. Salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi adalah Curug Lawe Secepit, sebuah air terjun yang berada di kawasan hutan Ngesrepbalong. Kawasan ini memiliki keindahan alam yang indah dan menjadi tujuan banyak wisatawan dari berbagai negara.
Kang Polo selain menyaksikan perubahan alam juga berperan aktif dalam mengedukasi pengunjung. Ia kerap membagikan ilmunya tentang pentingnya pelestarian alam dan satwa, terutama kepada mereka yang tertarik untuk menyelamatkan burung dan satwa lainnya.
“Alam bukan hanya tempat kita layak hidup, tapi juga rumah bagi banyak hewan. Kita harus memastikan suara burung kembali terdengar,” ujarnya.
Hal ini juga memandu wisatawan untuk lebih mengenal satwa dan tumbuhan di sekitar air terjun dengan cara sederhana yang bisa dilindungi. Selain mengedukasi wisatawan, Kang Polo juga aktif mengajak warga sekitar untuk ikut serta dalam upaya konservasi.
Kelompok konservasi yang dibentuk bersama Unnes dan Indonesia Potencia, berupaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati di hutan sekitar.
“Dulu saya bagian dari masalah, sekarang saya ingin menjadi bagian solusi. Kami ingin masyarakat melihat bahwa alam bisa dinikmati tanpa kerusakan,” kata Kang Polo penuh harap.
Membangkitkan semangat konservasi pada generasi muda kini menjadi misi besar. Bersama tim Unnes dan PLN Indonesia, mereka menyelenggarakan kajian penelitian tentang hutan.
“Kami tahu ini sulit, tapi kami ingin menunjukkan bahwa melestarikan alam adalah warisan yang paling dapat diandalkan dan signifikan,” ujarnya.
Bagian penting
Senior Manager PLN Indonesia Power UBP Semarang Flavian Erwin Putranto menegaskan, kawasan hutan Gunung Ungaran memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan khususnya wilayah kota Semarang. Antara lain sebagai penyimpan karbon, daerah serapan, dan resapan air yang penting bagi daerah hilir yang meliputi Sungai Blorong, Garang, Tuntang, dan Bodri.
Secara geografis, Kota Semarang terletak di dataran, sehingga menjadikan kawasan hutan Hongaria sangat penting dalam keseimbangan. Selain itu, fenomena iklim seperti kenaikan permukaan air laut, penurunan permukaan tanah, dan perubahan penggunaan lahan semakin meningkat.
Akibat ketidakstabilan wilayah sungai mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air yang pada akhirnya menyebabkan limpasan air deras dan banjir di wilayah hilir Kota Semarang, ujarnya.
Pentingnya menjaga hutan Hongaria sebagai sistem tangkapan air dan penebangan hutan tidak hanya berdampak pada keberlangsungan ekosistem, namun juga kehidupan masyarakat di wilayah Semarang yang semakin rentan terhadap bencana alam. Oleh karena itu, PLN Indonesia Power berkomitmen terhadap kelestarian hutan Ungaran melalui program Iulang Emas (Selamatkan Gunung Ungaran dan Jaga Lingkungan Bersama Masyarakat).
Ia menyampaikan rasa syukurnya karena program Yulang Emas baru-baru ini mendapatkan penghargaan pada kategori Biodiversity Action atau program Keanekaragaman Hayati. “Alhamdulillah, kami di PLN Indonesia Power UBP Semarang baru saja menerima penghargaan dari program ini. Selain menghasilkan listrik, kami juga bertanggung jawab menjaga lingkungan. Kami tidak hanya berada di sungai tetapi juga di seberang sungai, terutama di Gunung Ungaran, untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang ada di sana.
Erwin juga mengingatkan, jika ekosistem Gunung Ungaran tidak dijaga kelestariannya maka akan punah pula flora dan fauna, salah satunya Burung Rangkong Emas yang habitatnya berada di kawasan tersebut. Selama empat tahun pelaksanaan program ini, upaya konservasi PLN Indonesia Power semakin ditingkatkan melalui energi bersih dan terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang dibangun di kawasan Curug Lawe.
“Sumber daya air alam yang ada di sana kami manfaatkan untuk menghasilkan energi untuk digunakan di kawasan budidaya kopi dan untuk menunjang kegiatan edu-leisure di Warung Pucu’e Kendal,” lanjutnya.
Selain itu, PLN Indonesia Power juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak terkait seperti Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan instansi terkait untuk mengedukasi masyarakat yang berkunjung ke kawasan kota Curug Lawe Secepit. Program ini diharapkan berkelanjutan sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian alam dan menjadikan sumber daya masyarakat.
Ini terancam punah
Gunung Ungaran yang kaya akan keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam upaya konservasi. Secara administratif gunung ini terletak di wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal. . Potensi konservasi Gunung Ungaran semakin dikenal, salah satunya dengan penetapan Kawasan Penting Burung (IBA).
Presiden Klaster Green Techno Park Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Dr. Margareta Rahayuningsih, S.Si., M.Si. yang terlibat langsung dalam penelitian dan pengembangan di kawasan ini melaporkan prinsip penelitian konservasi di Gunung Ungaran. “Pertama, sekitar tahun 2010-2011, kami melakukan survei sederhana di Gunung Ungaran yang ditemukan terdapat beberapa jenis burung langka seperti enggang dan elang,” ujarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekologi Burung Rangkong Emas yang ditemukan di sekitar perkebunan teh pada tahun 2011.
Dalam penelitian ini, tim menemukan lebih dari 17 sarang Rangkong Emas, meski hanya 8 hingga 9 sarang yang aktif digunakan. Tak hanya Burung Rangkong Emas, penelitian ini membenarkan keberadaan beberapa spesies elang, antara lain Elang Bido dan Elang. Penelitian ini kemudian diperluas ke taksa lain, seperti mamalia, serangga, dan herpetofauna (amfibi dan reptil).
“Kami tidak hanya meneliti jenis burungnya saja, tapi juga pohon apa yang mereka gunakan untuk bersarang dan makanan apa yang mereka konsumsi,” ujarnya.
Pencarian informasi mengenai hewan yang sangat langka ini juga mencakup upaya menemukan spesies yang belum tercatat, seperti katak Philautus jacobson. Melalui penelitian ini mereka berharap dapat menemukan spesies yang masih ada di Pegunungan Ungaran.
Meski penelitian ini telah menghasilkan banyak informasi berharga, Prof. Margaret dan tim merasa informasi tersebut belum disebarluaskan secara luas kepada masyarakat. Sosialisasi ini diawali dengan mengundang kelompok masyarakat dari berbagai desa pendukung Gunung Ungaran untuk berdiskusi dan menyelidiki pentingnya konservasi keanekaragaman hayati.
“Kami telah melihat satwa liar di sekitar kawasan hutan. Oleh karena itu, pada tahun 2019 ini kami memulai inisiatif untuk mendiseminasikan hasil penelitian kami kepada masyarakat setempat,” ujarnya.
Prof. Margaret menjelaskan, hasil pemantauan terkini menunjukkan peningkatan jumlah spesies hewan yang teridentifikasi. “Kemungkinan terdapat sekitar 20 spesies reptil dan amfibi di Gunung Ungaran. Kami menemukan cukup banyak spesies serangga seperti kupu-kupu dan kumbang,” kata Prof. Margaret
Selain itu, penelitian tahun ini juga mencakup penemuan-penemuan baru di dunia mamalia. “Kami baru-baru ini menemukan spesies mamalia baru yang meskipun kecil seperti tikus, namun memiliki kemampuan terbang. Penemuan tersebut penting untuk meningkatkan database keanekaragaman hayati di Gunung Ungaran,” imbuhnya.
Tak hanya satwa, keanekaragaman tumbuhan di Gunung Ungaran juga luar biasa. Prof. Margaret mengatakan kawasan ini memiliki sekitar 200 hingga 300 jenis tumbuhan, termasuk lebih dari 100 jenis anggrek.
“Anggrek yang ada di Gunung Ungaran ini ada sekitar 113 jenis. Belum lagi tumbuhan lain mulai dari rerumputan hingga pohon yang jumlahnya sekitar 200 hingga 300 jenis,” jelas Prof. Margaret
Ilmu sipil
Melalui pendekatan dan edukasi ini, masyarakat akhirnya mulai memahami pentingnya konservasi. Beberapa diantaranya kini secara aktif melaporkan spesies langka yang mereka temui di lapangan, menunjukkan bahwa kesadaran baru mulai terbentuk.
“Kami tidak akan memaksa mereka untuk berhenti berburu, namun dengan memberikan pemahaman bahwa hewan-hewan tersebut memiliki manfaat bagi ekosistem, pada saat itulah mereka mulai melindungi dan berhenti berburu,” jelas Prof. Margaret
Program konservasi ini juga mencakup pelatihan masyarakat lokal, sebagai pemandu atau fotografer alam. Prof. Margaret mengatakan, hal ini merupakan contoh dari citizen science, dimana masyarakat yang sebelumnya tidak mengetahui banyak tentang keanekaragaman hayati kini dapat berperan dalam memantau dan melaporkan spesies yang mereka temui.
“Mereka kini aktif berbagi informasi dan foto tentang spesies burung atau mamalia apa pun yang mereka temui,” tambahnya.
Kerja sama konservasi tidak hanya melibatkan akademisi, namun juga pemerintah, masyarakat, dan sektor industri. “Kami berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Dinas LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam), serta sektor industri untuk mendukung kegiatan dan praktik ramah lingkungan. Kami juga berharap sektor industri dapat berperan dalam hal ini. upaya konservasi,” kata Prof Margaret.
Menurutnya, keberhasilan ini juga berkat dukungan komunikasi sosial yang membantu dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga hewan dan lingkungan. “Kami ingin mengedukasi masyarakat luas bahwa Gunung Ungaran merupakan rumah bagi satwa langka yang perlu dilindungi, tidak hanya untuk kepentingan ekosistem, tetapi juga untuk menopang kehidupan kita,” ujarnya.
Kawasan Konservasi
Direktur Ahli Madya Ekosistem Hutan DLHK Provinsi Jawa Tengah, Ita Kusumawati mengatakan kawasan pegunungan Ungaran menjadi perhatian khusus karena diketahui banyak menjadi habitat satwa langka dan dilindungi, seperti Rangkong Emas, Trenggiling, Budeng Langur, dan Harl. . Satwa-satwa ini mempunyai peran yang relatif besar dalam ekosistem lokal dan memerlukan perlindungan yang lebih intensif.
“Secara umum satwa yang ada di Gunung Ungaran sangat perlu dilestarikan.” Kawasan ini kami usulkan untuk dikonservasi agar ekosistem dan satwa yang ada baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi dapat tetap lestari,” kata Ita Kusumawati.
Gunung Ungaran memiliki keanekaragaman hayati, dengan banyaknya jenis satwa yang keberadaannya kini semakin terancam. Dengan adanya usulan konservasi ini, diharapkan habitat alami satwa tersebut dapat lebih terlindungi.
Selain Burung Rangkong Emas yang kian langka, kawasan ini juga menjadi rumah bagi Trenggiling, hewan yang dikenal berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan, serta Lutung Budeng yang merupakan salah satu primata khas di gunung ini. jangkauan. daerah Rusa juga banyak dijumpai di kawasan ini sehingga menambah keanekaragaman fauna yang ada.
Langkah ini telah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendapat pengakuan resmi. Jika disetujui, maka kawasan pegunungan Ungaran akan menjadi salah satu kawasan konservasi yang memiliki perlindungan hukum lebih jelas, baik bagi konservasi satwa maupun bagi konservasi ekosistem hutan di sekitarnya.
“Tujuan dari penerapan ini adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem baik satwa dilindungi maupun tidak dilindungi agar dapat hidup aman di kawasan ini,” tambah Ita Kusumawati.
(Ha)