JAKARTA – Pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap penyebaran rokok ilegal yang banyak terjadi di Indonesia. Sebab peredaran rokok ilegal menimbulkan banyak kerugian. 

“Tahun ini peningkatan rokok ilegal mencapai 46,95 persen. Padahal, pada tahun 2021 jumlahnya sebesar 28,12% dan pada tahun 2022 sedikit meningkat menjadi 30,96%. Tahun ini jumlahnya meningkat signifikan,” kata Direktur Indodata Danis TS Wahidin, Kamis (21 November 2024).

Setidaknya ada tiga variabel kunci yaitu penerimaan produk, harga dan ketersediaan. Menurut Danis, ketiga variabel tersebut mempengaruhi konsumen untuk menggunakan rokok ilegal.

Meningkatnya jumlah rokok ilegal mungkin berdampak pada industri tembakau. Mata pencaharian 6 juta pekerja bergantung pada hal ini. 

Danis mengatakan hal ini memerlukan masukan dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengambilan kebijakan atau partisipasi yang berarti. Dengan cara ini, Anda bisa memperoleh perspektif seluas-luasnya, yang menjadi dasar pengambilan keputusan yang efektif.

Benny Wachjudi, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, juga angkat bicara. Ia mengamini rokok ilegal akan menurunkan penjualan sehingga berdampak domino. Menurunnya produktivitas tentu berdampak pada seluruh pekerja dan petani. 

Menurutnya, industri tembakau harus dilindungi dari penyebaran rokok ilegal. Jelas bahwa penyebaran rokok ilegal merugikan semua pihak. “Produksi, peredaran, dan penjualan rokok ilegal harus diperlakukan sebagai kejahatan luar biasa,” kata Benny dalam keterangannya.

Oleh karena itu, ia menilai kehancurannya tidak bisa terjadi secara normal. Menurutnya, upaya pemberantasan rokok ilegal saat ini belum maksimal.

“Pemerintah sudah bertindak, tapi menurut saya belum optimal. Sejauh yang saya tahu, tidak ada pelaku utama yang ditangkap.”

Peraturan pemerintah telah menempatkan industri dalam situasi yang sulit. Misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan).

Salah satu KPS melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari ruang kelas dan taman bermain anak. Dimana aturan ditetapkan tanpa mempengaruhi pemangku kepentingan. 

Kemudian rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perlindungan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Temmäki).  Peraturan ini memerlukan standarisasi kemasan, sehingga sulit membedakan rokok ilegal dengan produk legal.

“Pemerintah harus memberantas rokok ilegal secara terkoordinasi. Pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang mendorong tumbuhnya rokok ilegal, seperti menaikkan pajak cukai yang jauh melebihi daya beli masyarakat.”

“Kebijakan yang mengarah pada keseragaman warna dan huruf kemasan serta kebijakan penjualan dan promosi yang sangat ketat pada rokok kombinasi akan sangat menguntungkan rokok ilegal,” ujarnya.

(Ari)