JAKARTA – Seorang pendidik di kampus menyebut salah satu mahasiswanya bercerita tentang menulis.
”Maaf bu, saya tidak pandai menulis, jadi saya menggunakan Chat GPT untuk menulis makalah saya. Apakah saya harus mengulanginya agar tidak terdeteksi oleh AI? , pertanyaan ini membuat saya berpikir bagaimana menjawabnya. Karena menulis ulang kalimat dari Chat GPT sama saja dengan tidak melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Ide pokoknya dibuat oleh Chat GPT, dan dia hanya tinggal copy paste dan mengganti kalimat dengan konten serupa.
Filsuf modern kenamaan Perancis Rene Descartes abad ke-17 (1596-1650) pernah mengatakan “Cogito Ergo Sum” atau “Saya berpikir, maka saya ada” atau “Saya berpikir, maka saya ada” dalam bahasa Indonesia. Keseluruhan keberadaan seseorang (tubuh) dikenali melalui kemampuan mentalnya (pikiran). Namun seiring berkembangnya teknologi internet, lahirlah berbagai media digital yang maknanya berubah menjadi “Saya mengklik, maka saya ada” atau “Saya mengklik, maka saya ada”. Salah satu caranya adalah dengan klik copy dan klik paste kalimat tersebut. Eksistensi seseorang dapat dilihat dari kemampuan mengkliknya. Oleh karena itu, manusia (tubuh) tidak lagi ditentukan oleh cara berpikirnya (pikiran).
Tergantung pada perkembangan teknologi, hal ini akan terus terjadi. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis manusia perlu dilatih. Berpikir kritis memiliki banyak definisi, salah satunya adalah kemampuan berpikir reflektif tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang diyakini. Kemampuan bermeditasi ini bukanlah bakat pemberian Tuhan, melainkan keterampilan yang memerlukan pelatihan terus-menerus. Siswa membutuhkan sistem pendukung selama pelatihan ini. Mulai dari lingkungan sosial terkecil, yakni keluarga, teman, hingga lingkungan sekolah atau universitas.
Proses pendidikan mempunyai salah satu harapan untuk membangun kemampuan kognitif manusia, termasuk kemampuan sosial dan emosional. Oleh karena itu, perlu terus mengenalkan siswa pada konsep etika siber. Etika adalah aturan yang disepakati mengenai prosedur, praktik, dan budaya yang pantas dan tidak pantas di antara sekelompok orang.
Oleh karena itu, dalam dunia digital muncul istilah “netiquette” yang berasal dari kata “Internet” atau “jaringan” dan “etiket” yaitu etika dalam menggunakan internet sebagai alat komunikasi atau pertukaran data.
Etiket dalam dunia maya ini menekankan kebebasan berpikir pribadi, menghormati hak pribadi orang lain, selalu berupaya membina hubungan sosial yang baik, mampu mempertimbangkan akibat yang terjadi, dan memberikan informasi yang memungkinkan orang lain berkembang lebih baik.
Oleh karena itu, untuk mendukung sistem di mana siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pendidik dapat menerapkan berbagai jenis pembelajaran untuk mengembangkan kebiasaan dunia maya yang baik. Misalnya, mendisiplinkan siswa dalam proses pembelajaran, seperti menetapkan aturan yang masuk akal untuk melakukan etika dalam tugas yang memperoleh sumber referensi dari Internet. Kemudian ciptakan proses pembelajaran yang menarik untuk mereka pikirkan, misalnya dengan memberikan studi kasus, diskusi, dan mengajukan pertanyaan agar mereka berpikir mandiri.
Terakhir, menginspirasi mereka untuk berpikir kreatif, bukan memikirkan plagiarisme. Oleh karena itu, Anda perlu memahami konsep hak cipta. Setiap orang menghasilkan karya melalui kemampuan berpikirnya, dan kemudian karya itu melekat pada penciptanya masing-masing. Oleh karena itu, siswa diajarkan untuk selalu menghargai sumbernya, atau kalaupun mereka membuat sebuah karya asli berdasarkan idenya sendiri dan bukan menyalin dan menempel, maka merekalah yang memiliki hak cipta atas karya tersebut.
Siswa selalu dituntut untuk mempelajari jaringan tersebut untuk memberikan panduan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dunia Internet. Dengan demikian, kemampuan berpikir reflektif siswa akan terus diasah, dan harapannya akan menjadi suatu kebiasaan, membangun karakter berpikir kritis. Mari kita maju dan menggunakan pikiran, bukan mesin, untuk membentuk keberadaan manusia.
Pengarang: Lisa Estee Puji Hatanti
Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya
(kita)
(kita)