JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan agar semua pihak bekerja profesional dan prosedural tanpa ada campur tangan pihak manapun terkait proses penilaian (PK) putusan korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming. Lembaga antirasuah ini menilai Mahkamah Agung (MA) yang dipimpin Sunarto masih punya integritas terhadap putusan Peninjauan Kembali (PK) Mardani H Maming.
Hal ini dipicu Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menanggapi proses peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming di tengah kasus suap Rp 1 triliun dengan tersangka mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Proses peninjauan kembali Mardani H Maming juga menjadi sorotan karena ajakan aktivis antikorupsi Bambang Harymurti (BHM) untuk membela terpidana korupsi Mardani Maming dalam sidang PK.
“Komisi Pemberantasan Korupsi merekomendasikan agar semua pihak bekerja secara profesional dan prosedural tanpa adanya campur tangan. “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga masih mempunyai integritas dalam memutus perkara yang baik itu baik, buruknya buruk,” tegas Tessa, pada -Kamis, (31/10 ) /2024).
Tessa menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang memantau proses pemeriksaan Mardani H Maming di Mahkamah Agung (MA) untuk mencegah campur tangan atau suap yang dilakukan majelis hakim KP. Tessa menegaskan, KPK siap memberikan kejutan jika dirasa ada yang tidak beres dalam proses pemeriksaan Mardani H Maming (PK).
“KPK belum bisa memastikan secara jelas apakah proses PK saudara MM (Mardani Maming) diawasi atau tidak. Tentu saja ini menghilangkan kejutannya,” pungkas Tessa.
Sekadar informasi, Mardani H Maming yang terlibat kasus suap dan gratifikasi Rp 118 miliar pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) milik merchant (almarhum) Henry Soetio menghadirkan beberapa. banding dan kasasi.
Pada 10 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Banjarmasin (PN), Kalimantan Selatan yang dipimpin Heru Kuntjoro memutuskan ia bersalah dan memvonisnya 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta. . Selain itu, Mardani diminta membayar ganti rugi sebesar Rp 110.601.731.752 (Rp 110,6 miliar).
Tak terima dengan putusan tersebut, Mardani H Maming dan JPU KPK mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin (PT). Kali ini jaksa KPK menang. Hukuman Mardani ditambah menjadi 12 tahun. Mardani H Maming yang tak terima lagi, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun ditolak.
Dari daftar hukum tersebut terlihat jelas bahwa sudut pandang hukum yang digunakan oleh para hakim di pengadilan tingkat pertama sampai dengan kasasi adalah sama. Bahwa Mardani H Maming menerima suap dan tip.
Kasus korupsi IUP yang menyeret Mardani H Maming bermula pada tahun 2010. Mardani mengenal (almarhum) Henry Soetio, Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang berminat dengan bisnis batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). ). ).
Saat itu, Mardani H Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Keduanya bertemu beberapa kali. Pertengahan tahun 2010, Mardani mengenalkan Henry kepada Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam pertemuan tersebut, Mardani memerintahkan Dwidjono untuk membantu Henry merawat IUP serasah PT PCN. Selanjutnya Dwijono melaksanakan perintah Mardani dengan mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL).
Muncul surat mengenai pengalihan IUP dari BKPL ke PCN yang ditetapkan melalui surat nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010. Disahkan dengan Keputusan Bupati Tanah Bumbu nomor 296 Tahun 2011 yang ditandatangani Mardani H Maming.
(makan)