JAKARTA – Nasi uduk tuna, saat kami duduk berbincang, ada sedikit nyanyian yang keluar dari mulut Ridwan Kamil begitu ia sedang membuat kaos. Selama dua bulan kampanye Pilkada Jakarta, ia mengunjungi kurang dari 500 tempat di kota itu.

Selama masa kampanye 59 hari, Ridwan Kamil menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan-jalan sempit dan permukiman kumuh yang tersebar di kota. Jangan lupa dia juga pernah merapat ke Kepulauan Seribu. Tujuannya hanya satu: memastikan dirinya siap ketika mendapat izin dari rakyat untuk memimpin Jakarta lima tahun ke depan.

Rata-rata setiap hari dia mengunjungi 10 titik. Terkadang, sebanyak 12 poin dalam satu hari. Perhatikan kondisi sekitar, catat, konsentrasi dan yang terpenting dengarkan harapan, keluhan dan saran warga sekitar.

Kasih sayang dan mata

Pria kelahiran Bandung 53 tahun lalu ini dikenal sebagai sosok yang mudah berubah dan tidak konvensional. Hal ini juga terlihat dalam hubungannya dengan masyarakat Jakarta. Di Duren Sawit, Jakarta Timur, usai mengunjungi Banjir Kanal Timur, dia “tiba-tiba” berjualan nasi uduk. Ada suara kecil di atas.

Saat menyantap nasi uduk untuk sarapan, di depan sebuah warung kecil, ia dikerumuni warga – kebanyakan perempuan – yang melampiaskan amarahnya. Dia mendengarkan ceritanya dengan cermat dan terkadang tertawa.   

Di Pengadegan, Jakarta Selatan, Ridwan Kamil menyempatkan diri menjenguk warga lansia bernama Ibu Hindun. Saat subuh, ibu yang berusia di atas 80 tahun ini tinggal sendirian. Perbincangannya dengan calon gubernur pertama itu membuat wajahnya berbinar, apalagi saat Ridwan Kamil meminta restu agar bisa memimpin Jakarta dengan bijak ke depannya. Begitu brutalnya Jakarta menjadi manusiawi bagi seluruh warganya, baik tua maupun muda.   

Di Tanah Merah, Jakarta Utara, setelah mendengar seringnya terjadi banjir, ia langsung mengeluarkan pulpen dan kertas. Ia duduk berlutut di tepi rawa yang airnya sering meluap dan memetakan masa depan ladang Kobra. Pemandangan tersebut memberikan gambaran masa depan yang bebas banjir dan nyaman bagi seluruh penghuninya. Pelayanan lingkungan tetap terjaga, hubungan sosial terjalin baik, dan anak-anak tidak lagi bermain di jalanan.

Banyak pengalaman yang tidak membuat saya menjadi orang Jawa

Sebelum masyarakat memilihnya menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil berprofesi sebagai arsitek.  Dengan terlebih dahulu merancang bangunan dan merencanakan lanskap, ia kemudian merancang kebijakan dan melaksanakan program kerja untuk membenahi kawasan tersebut.  

Saat masih bekerja sebagai arsitek, ia pernah menjadi staf ahli Gubernur Sutiyoso dan Fauzi Bowo. Ridwan Kamil bukanlah orang baru di Jakarta dan sudah dua kali menjabat sebagai Bupati. Namun, pengalaman ini tidak membuatnya bahagia, dan dia sepertinya lebih tahu. 

Tak jarang, “harta terpendam” di Jakarta masih membuatnya takjub. Di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, ia kaget saat melihat sendiri Rawa Badung. Dengan luas total 4,4 hektar, danau pengendali banjir ini merupakan “cagar” alam yang menyimpan banyak potensi wisata. Jatinegara mampu mendulang nilai baru, selain nyanyian para penyanyi yang membawakan Juwita Malam.   

Di Kembangan, Jakarta Barat, Ridwan Kamil tak segan-segan mengajak warga untuk memetik buah anggur hijau kesukaannya. Sembari menikmati wine baru, ia menerima kisah sukses kerjasama warga dan perusahaan swasta dalam mengembangkan pertanian masyarakat di tengah lahan sempit di Jakarta.      

Meski di Jakarta Barat, ia berkali-kali mengunjungi kawasan Petak Sembilan yang indah. Dari Pura Dharma Bakti, pasar Petak 9, dan toko obat tradisional. Melewati jalanan sempit yang berkelok-kelok ia berhenti sejenak. Saya ngobrol dengan beberapa anak dan menjawab permintaan mereka untuk naik becak – pedal roda tiga yang hampir mati di Jakarta. 

Di dek, dia mengobrol dengan Alpha dan Bran dan bertanya tentang impian kedua anak berbulu itu. Pertemuan singkat namun hangat dan langgeng.

Kemitraan untuk mewujudkan impian perjalanan internasional Jakarta menjadi kenyataan

Setelah melalui pemilihan kepala daerah seperti wali kota dan gubernur, Ridwan Kamil tahu betul bahwa solusi terbaik seringkali datang dari rakyat. Setelah berkiprah di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat, kini ia berupaya menyelesaikan permasalahan di Jakarta, kota terbesar di Indonesia dan daerah istimewa yang menjadi “bapak penyambutan” kota Jabodetabek. 

Dengan luas dua pertiga luas Singapura, jumlah penduduk Jakarta hampir dua kali lipat jumlah penduduk kota-kota tetangganya. Faktanya, masalahnya jauh lebih banyak. Mulai dari infrastruktur, banjir, puing-puing jalan, hingga pengangguran, ada satu pemimpin lagi yang perlu dibenahi. Bagi Ridwan Kamil, Jakarta terlalu besar dan terlalu rumit untuk dijadikan jalan raya. Balai Kota bukanlah sebuah kelenteng yang mampu menjawab permasalahan tertentu di bagian kota mana pun.  

Oleh karena itu, Ridwan Kamil ingin memperluas ruang kolaborasi multipihak dalam sistem terdistribusi, kolaboratif, dan inovatif (DKI). Warga, komunitas, dunia usaha, dan pemerintah kota bekerja sama untuk memperbaiki lingkungan. Gubernur Bank Sentral menjadi direktur dan manajer yang menyelenggarakan tata kelola yang baik. Untuk melindungi seluruh warga negara, tanpa membedakan ras, etnis, agama atau kebangsaan. Tua, muda, bayi, bahkan balita.      

Hal tersebut bukanlah sebuah tugas yang mudah, apalagi di tengah krisis iklim dan ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi pijakan perekonomian masyarakat. Namun, dengan niat kuat untuk mewujudkan kota yang inklusif dan manusiawi, serta upaya kolaboratif yang mempertemukan semua pihak, maka Jakarta global benar-benar bisa terwujud.

(foto)