JAKARTA – Pakar pencucian uang Yunus Husein dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah. Dalam keterangannya, ia mengatakan barang-barang yang disita akibat tindak pidana dapat disita oleh penyidik, namun terdakwa juga dapat diberikan kesempatan untuk membuktikan kepemilikannya.

“Dalam proses pembuktiannya, pembuktian asal lebih perdata dibandingkan KUHP 1834 yang menjadi standar pembuktian hak milik, jadi kalau terdakwa bisa membuktikan sumbernya sah, dia benar. Negara tidak bisa melakukan penyitaan karena dia bisa. buktikan dia berhak atas harta benda yang disita tadi,” kata Yunus.

Hal itu diungkapkannya saat bersaksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis, 31 Oktober 2024. Dalam persidangan, hakim kemudian mempertanyakan apakah kasus-kasus yang diduga berkaitan dengan tindak pidana harus diikat. dengan waktu kejadian atau tempus delicti.

“Lalu dengan Tempus, Tempus Directi, benarkah Pakar?” tanya hakim.

Sementara itu, Yunus mengungkapkan memang terdapat korelasi antara tingkat kejahatan dengan waktu perolehan barang sesuai dengan prinsip Non-Criminal Asset Forfeiture Concept (NCBAF) yang diperkenalkan dalam Konvensi PBB. – Di bidang pemberantasan korupsi pada tahun 2003.

“Siapapun yang bisa membuktikannya, mayoritas, mayoritas atau dominan, atau keseimbangan probabilitas, berhak melakukan itu. Itu bukan tindak pidana, jadi saya setuju dengan hakim bahwa pembuktian kepemilikan itu lebih beradab.” katanya.

Mengenai hubungan kepemilikan harta benda dengan tindak pidana yang dilakukan, Yunus menjelaskan, biasanya pembuktian dimulai dari pembuktian pokok tindak pidana. Namun, tambahnya, hal itu lebih ke wilayah sipil.

“Iya, kalau tindak pidana yang bersangkutan, yang membuktikannya adalah terdakwa. Dia yang membuktikan kalau yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana itu padahal dia melakukan perbuatan hukum yang berujung pada tindak pidana itu,” tuturnya. Yunus.

Yunus menegaskan, berbagai bukti transaksi untuk menunjukkan kepemilikan, baik berupa saksi, faktur, atau dokumen lainnya, harus diserahkan ke pengadilan.

“Semua transaksi yang menimbulkan kepemilikan, alat buktinya memang perdata. Kalau ada transaksi, kalau ada saksi, kalau ada kuitansi, dan sebagainya silakan pakai, pakai saja semua alat bukti yang ada,” ujarnya.  

(emas)