JAKARTA – Kajian menyeluruh terhadap tata cara penggunaan senjata api (senpi) di Polri bisa dilakukan secara efektif dan tidak hanya sekedar formalitas. Pesan itu disampaikan Direktur Eksekutif Investigasi dan Pengendalian Kepolisian Republik Indonesia (IPIC) Rangga Afianto menyusul berulangnya insiden penembakan terhadap anggota Polri. Seperti penembakan warga sipil di Semarang dan insiden antar anggota Polri di Solok Selatan, Sumatera Barat.
Ia meyakini akar masalahnya terletak pada pasokan senjata dan mekanisme pelacakannya.
Alat psikotes izin kepemilikan senjata harusnya diverifikasi. Apakah tepat sasaran atau tidak? Pemantauan berkala harus dilakukan secara efektif, tidak secara formal, kata Rangga dalam keterangannya, Senin (12/2/2024).
Ia menyoroti pentingnya peran Biro Psikologi Polri dalam menjamin kebugaran mental anggota bersenjata. Menurutnya, tes psikologi yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan, bukan setara dengan tes untuk tujuan lain, seperti sekolah atau pengembangan pekerjaan.
Ketua Komisi III DPR RI Habib Rehman menambahkan pentingnya audit penggunaan senjata secara berkala. Habiburukman mengatakan: “Kondisi mental anggota bisa berubah. Saat ini mereka boleh membawa senjata, tapi tahun depan mungkin tidak. Penilaian berkala mutlak diperlukan.”
Senada, Komisioner Kompulnas Chirol Inam mengatakan penggunaan senjata di jajaran Polri perlu dilakukan evaluasi. Menurut dia, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian, yaitu pengendalian senjata dan pengendalian pemilik senjata.