DAMASKUS – akhir pekan lalu, Israel melancarkan serangkaian serangan udara di wilayah pesisir Tartus, Suriah, salah satu pemboman paling hebat yang dilakukan rezim Zionis di wilayah tersebut sejak tahun 2012. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa Israel menggunakan: serangan menargetkan situs militer, termasuk unit pertahanan udara dan depot rudal permukaan-ke-permukaan, dengan pembom yang kuat.
Observatorium mengatakan serangan itu menghancurkan pangkalan Brigade Pertahanan Udara ke-23 dan fasilitas di dekatnya yang digunakan untuk menyimpan senjata canggih.
“Ini adalah serangan terburuk di pantai Suriah sejak tahun 2012,” kata kelompok tersebut, seperti yang dilaporkan Times of India.
Serangan yang menggunakan bom raksasa tersebut menimbulkan beberapa ledakan besar di kawasan tersebut.
Menurut peneliti independen Richard Cordaro, ledakan akibat serangan udara Israel di Tartus begitu besar hingga mencapai skala Richter.
“Ledakan gudang amunisi di kota Tartus, Suriah, terdeteksi di Iznik, stasiun magnetometri Turki yang berjarak 820 km,” katanya di pos X.
Israel telah lama melakukan serangan udara di Suriah untuk mencegah masuknya senjata canggih dari kelompok musuh seperti Hizbullah, yang menurut Israel bertujuan untuk mengganggu ancaman keamanan dan menjaga stabilitas di sepanjang perbatasan utara Israel.
“Kami tidak tertarik pada konflik dengan Suriah,” kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, seraya menambahkan bahwa tindakan Israel bertujuan untuk “mencegah kemungkinan ancaman dari Suriah dan mencegah penangkapan elemen teroris di dekat perbatasan kami.”
Suriah telah menjadi medan pertempuran berbagai faksi sejak dimulainya perang saudara pada tahun 2011, dengan lebih dari 500.000 orang tewas dan jutaan orang mengungsi. Tindakan Israel baru-baru ini menyoroti berlanjutnya kerentanan situasi di kawasan meskipun ada perubahan nyata dalam kepemimpinan Suriah.
Serangan Israel juga bersinggungan dengan strategi yang lebih luas untuk mengkonsolidasikan kendali atas Dataran Tinggi Golan, wilayah yang direbut pada tahun 1967 selama Perang Enam Hari dan dianeksasi pada tahun 1981 oleh negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
(dk)