Jakarta – Wardoyo, mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi, menangis saat membacakan pembelaan atau petisi dalam kasus pajak ilegal (penggelapan) di Rumah Tahanan Antikorupsi (KPK) Presiden. Dia mengatakan tetangganya mengutuk anak-anaknya dan istri mereka. Bahkan, putranya sempat dicap sebagai anak manja oleh teman sekolahnya.
Hal itu diungkapkannya pada Senin (12 Februari 2024) saat membacakan pembelaan atau permohonan dalam kasus pemberhentian Rutan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Awalnya Pak Waldoyo bercerita tentang perjalanan 10 tahunnya menjadi aparatur sipil negara (ASN) di KPK.
“Majelis Hakim yang terhormat, pekerjaan saya sebagai pegawai negeri menuntut saya untuk bekerja keras dan bahkan dengan mengorbankan waktu saya, niat saya adalah untuk membuat orang tua saya yang telah meninggal bangga terhadap saya dan atas cinta mereka kepada saya hampir 10 tahun saya bekerja di KPK, mereka mempercayakan saya menjadi PNS,” kata Waldoyo.
Ia mengaku tak menyangka akan menghadapi persoalan agresifnya rutan di KPK saat ini. Ia mengatakan, pekerjaan yang menjadi kebanggaan keluarganya kini terhenti.
“Saya tidak menyangka pekerjaan saya yang sangat membanggakan saya dan keluarga ini harus terhenti pada tahun 2024 karena salah perintah dari Henke bersaudara. Ada perintah untuk merampok uang di sekitar Tangkuban Perak. Saya tidak tahu itu sebelumnya,” katanya.
Ia pun menitikkan air mata saat membicarakan situasi keluarganya setelah menghadapi masalah ini. Dia mengatakan istrinya dihina oleh tetangga dan menyebut putra mereka anak nakal.
“Karena itu, istri dan anak-anak saya mendapat kecaman keras dari tetangga, tak terkecuali anak-anak saya yang masih bersekolah, dan sering dicap sebagai anak penjahat. Anak-anak yang terus-menerus disebut penjahat dan merugikan negara ” di media sosial. “Media seringkali mempersulit istri dan anak saya untuk menyesuaikan diri dengan tetangga dan teman sekolahnya,” ujarnya.
Ia pun mengaku menyesali perbuatannya. Tak hanya itu, ia mencari pelipur lara atas permasalahan yang dihadapinya.
Sekadar informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan terhadap 15 terdakwa kasus pajak ilegal (penggelapan) di Rumah Tahanan (Rutan) Duma (Biro Pemberantasan Korupsi). Terdakwa divonis empat hingga enam tahun penjara.
“Putusan ini mempunyai kekuatan hukum dan menegaskan bahwa yang bersangkutan pada pokoknya bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 12e UU Tipikor sesuai dengan Pasal 55 Ayat 1 Angka 1 UU Tipikor terkait dengan tindak pidana korupsi Pasal 64 Ayat 1 KUHP,” kata pengacara KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25 November 2024).
Rincian hukuman pidana, denda, dan restitusi bagi masing-masing terdakwa dapat dilihat di bawah ini.
1. Deden Lochendi, divonis 6 tahun penjara dan denda bersubsidi 6 bulan sebesar 250 juta rupiah. Besaran santunan sebesar 398 juta rupiah per tahun 6 bulan.
2. Henki divonis 6 tahun penjara dan subsidi 6 bulan serta denda sebesar 250 juta Rupiah. Besaran santunan sebesar 419 juta rupiah per tahun 6 bulan.
3. Ristanta divonis 5 tahun penjara dan denda 250 juta Rupiah dengan tunjangan 6 bulan. Besaran santunan sebesar RP 136 setara satu tahun.