Puluhan candi peninggalan kerajaan Singasari dan Majapahit dikabarkan hilang. Keraguan terhadap keberadaan puluhan candi tersebut bermula dari uraian Kakawin Nagarakretagama yang menjelaskan bahwa terdapat 27 candi makam dinasti Majapahit Singasari. 

Namun dari puluhan candi pemakaman tersebut, hanya sedikit yang masih ada, ada pula yang hancur dan hilang. Salah satu Candi Kagenengan persembahan Kakawin Negarakretagama pupuh 37. Candi Kagenengan konon merupakan salah satu dari sedikit candi yang memiliki keindahan luar biasa.

Sejarawan Prof. Slamet Muljana dalam bukunya “Tafseir Sejarah Negarakretagama” bahkan menggambarkan coraknya yang tiada tara, pintu masuknya sangat lebar dan tinggi, bagian luarnya digantung. Di dalamnya terdapat halaman dengan deretan rumah sudut yang ditanami berbagai jenis bunga seperti tanjung, nagasari, dan lain-lain. Menaranya sangat tinggi dan berdiri seperti Gunung Meru di tengahnya, sangat indah. 

Di dalam candi terdapat patung Dewa Siwa, lambang raja yang dipuja di sana. Ia merupakan nenek moyang raja-raja Majapahit yang dipuja di seluruh dunia. Sayangnya, Candi Kagenengan hancur. Namun berkat uraian Prapanca tentang Negarakretagama, kita bisa mengetahui keindahan Candi Kagenengan masa Singasari. 

Di antara candi-candi makam masa Singasari yang masih memprihatinkan adalah candi Jago. Candi Jago terlihat sangat indah dan merupakan salah satu candi terindah yang pernah ada. 

Kakawin Negarakretagama pupuh menggambarkan Candi Jago sebagai candi Budha. Di dalamnya terdapat patung Budha yang melambangkan mendiang Raja Wisnuwardhana yang dihiasi berbagai macam benda. Halaman pertama berisi relief Kunjarakarna, sebuah cerita aksi terkenal dalam sastra Buddha. 

Lantai kedua dipahat relief Partayajya, cerita dari Mahabharata tentang Arjuna yang bertapa di Gunung Indrakila dan meminta senjata untuk digunakan dalam perang Bharatayuddha melawan Korawa. Lantai tiga berisi relief Arjuna Wiwaha, kisah pernikahan Arjuna dengan Dewi Suprabha, pemberian Bhatara Guru kepada Arjuna setelah mengalahkan raja agung Nirwatakawaca. 

(Ruang Yudhistira)