JAKARTA – Rudal hipersonik merupakan salah satu jenis peluru kendali yang mampu melaju dengan kecepatan minimal Mach 5 atau lima kali kecepatan suara. Ini adalah 1,7 km per detik atau 6.174 km per jam. Meskipun beberapa rudal balistik sudah mencapai kecepatan ini, rudal hipersonik memiliki kemampuan unik untuk mengubah arah atau jalur terbangnya secara acak setelah memasuki atmosfer bumi, sehingga menyulitkan sistem pertahanan musuh untuk mengantisipasi dan memprediksi.

Hal ini berbeda dengan rudal balistik biasa, yang umumnya mengikuti lintasan yang lebih lurus dan lebih dapat diprediksi. Kemampuan ini membuat rudal hipersonik lebih sulit dideteksi oleh sistem radar dan lebih sulit dihancurkan oleh sistem pertahanan. Oleh karena itu, banyak negara yang berusaha mengembangkan rudal hipersonik untuk mendapatkan keunggulan militer.

Selama ini banyak negara yang memiliki rudal hipersonik, berikut beberapa di antaranya yang disarikan dari berbagai sumber: 1. Amerika Serikat

Menurut Defense News, Amerika Serikat (AS) sedang mengembangkan rudal hipersonik yang mampu melaju lebih cepat dari Mach 5 dan dapat bermanuver di ketinggian berbeda, sehingga sulit dideteksi. Angkatan Darat dan Angkatan Laut AS bekerja sama untuk mengembangkan sistem yang disebut Common Hypersonic Glide Body (C-HGB), yang mencakup hulu ledak rudal, sistem navigasi, kabel, dan perlindungan termal.

Saat ini, militer AS menargetkan uji coba besar lainnya terhadap senjata rudal hipersonik tersebut sebelum akhir tahun 2024, untuk menentukan apakah akan siap oleh unit militer AS yang pertama pada tahun depan. Meskipun ada beberapa penundaan dan kegagalan dalam uji coba sebelumnya pada bulan Maret, Oktober dan November tahun lalu, para pejabat AS berharap rudal tersebut akan segera beroperasi.

Jika tes lebih lanjut berhasil, rudal tersebut akan diperkenalkan sebagai kemampuan awal di unit operasional.

Pengembangan rudal hipersonik di Amerika Serikat telah berlangsung selama kurang lebih lima tahun, dan meski mengalami penundaan lebih dari satu tahun, program tersebut dinilai masih berjalan sesuai rencana.

Selain pengembangan rudal, Amerika Serikat juga fokus menciptakan sistem pertahanan untuk melawan senjata hipersonik, mengingat negara rival juga aktif mengembangkan teknologi serupa. 2. Rusia

Menurut Georgetown Journal of International Affairs, Rusia saat ini sedang mengembangkan setidaknya tiga jenis senjata hipersonik yang sudah beroperasi atau hampir siap digunakan. Senjata-senjata ini diperkenalkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun 2018 dan 2019 saat berpidato di Majelis Federal. Rudal ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan serangan regional dan strategis Rusia dan semuanya dapat membawa hulu ledak nuklir.

Rusia memiliki Zircon, sebuah rudal jelajah hipersonik, yang rencananya akan dikerahkan pada tahun 2023, tetapi sejauh ini belum ada konfirmasi lebih lanjut. Putin mengklaim Tsirkon akan diluncurkan dari kapal dan bisa mencapai kecepatan Mach 9.

Rudal tersebut dirancang untuk menyerang sasaran darat dan laut dengan jangkauan sekitar 1.000 km.

Tsirkon akan dipasang di sebagian besar kapal permukaan dan kapal selam Rusia, memungkinkan mereka berpatroli di dekat pantai Amerika Serikat atau negara anggota NATO lainnya. Dengan kemampuan ini, Tsirkon dapat menyerang pusat komando utama dengan sangat cepat, dengan sedikit peluang untuk bereaksi.

Sistem persenjataan lainnya adalah Avangard, kendaraan hipersonik atau hypersonic boost-glide vehicle (HGV), yang diluncurkan dengan rudal balistik antarbenua (ICBM). Avangard dapat mencapai kecepatan hingga Mach 27 dan digunakan pada ICBM SS-18 Setan dan SS-19 Stiletto. Selain itu, Avangard dapat membawa hingga tiga HGV, masing-masing dengan kapasitas ledakan hingga dua megaton. Dengan kemampuan tersebut, Avangard dirancang untuk meningkatkan efektivitas Rusia dan mengelabui pertahanan musuh.

3. Cina

Menurut CSIS, Tiongkok memiliki persenjataan rudal terbesar dan paling beragam di dunia. Sejak berakhirnya Perang Dingin, Beijing dengan cepat memodernisasi kekuatan misilnya, mengerahkan rudal balistik dan jelajah berpemandu presisi, senjata lepas, dan senjata hipersonik.

Rudal hipersonik Tiongkok menggabungkan kecepatan tinggi rudal balistik dengan kemampuan manuver dan penerbangan rudal jelajah pada ketinggian rendah, sehingga memperumit sistem peringatan dan pertahanan tradisional.  Meskipun sebagian besar persenjataan rudal Tiongkok terdiri dari rudal balistik dan rudal jelajah, kehadiran beberapa senjata hipersonik menimbulkan ancaman baru lainnya.

Menurut Departemen Pertahanan AS, Tiongkok meluncurkan senjata hipersonik pertamanya, DF-17, pada tahun 2020. Rudal tersebut, yang dilengkapi dengan kendaraan peluncur hipersonik, diperkirakan memiliki jangkauan sekitar 2.000 km dan mampu membawa hulu ledak nuklir. . Senjata hipersonik lainnya tentu saja telah muncul, termasuk pengujian lain yang dilaporkan pada Juli 2020 di mana Tiongkok menguji pesawat layang hipersonik yang memasuki orbit sebelum kembali ke Bumi.

Melansir laman South China Morning Post, pada tahun 2024, ilmuwan Tiongkok mengklaim telah menemukan cara membuat rudal hipersonik dengan bagian depan baja tahan karat, yang sebelumnya dianggap mustahil. Meski baja tahan karat mulai meleleh pada suhu 1.200 derajat Celcius, roket ini dirancang untuk mencapai kecepatan Mach 8. Untuk melindungi roket dari suhu tinggi seperti itu, tim ilmuwan mengusulkan penggunaan keramik bersuhu sangat tinggi.

Militer Tiongkok mengantisipasi bahwa lebih banyak rudal akan dibutuhkan dalam perang, sehingga biaya merupakan faktor penting.

Tiongkok belum mengungkapkan harga rudal hipersoniknya, namun beberapa rudal dilaporkan telah diproduksi secara massal untuk peluncur bergerak, kapal perang, dan pembom. Tiongkok juga berupaya menurunkan harga produk militer dengan memanfaatkan teknologi manufaktur dan skala ekonomi.

(dk)