JAKARTA – Wakil Gubernur DKI Jakarta Sosowono mengatakan, ada dua kemungkinan terjadinya kebakaran yang biasa terjadi di rumah yang banyak orang di Jakarta, sehingga membuat masyarakat sulit keluar saat terjadi kebakaran besar.
Jadi ada dua cara. Yang pertama rumah lurus, yang kedua diperbaiki, dan diperbaiki dengan rumah seragam, kata Sosowono kepada pers, Jumat (18/10/2024).
Menurut dia, berdasarkan interaksi dengan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh, mereka senang pindah ke rumah berdiri karena lahannya sudah terbatas. Ia tak tega melihat orang tinggal di rumah kecil dengan banyak keluarga, bahkan tidur bergantian.
“Jadi saya yakin mereka akan tetap seperti itu karena terpaksa, kalau harus ganti kata untung, maka pilihannya ada dua, yang pertama mau dapat rumah permanen, yang murah atau bisa. untuk pergi Kembali ke kampung halaman, mungkin, “Itu pilihan rakyat.” Tapi intinya mereka ingin memperbaikinya,” ujarnya.
Ia menambahkan, bangunan yang banyak dihuni orang lebih rentan terhadap kebakaran dan lingkungan yang tidak berpenghuni membuat masyarakat sulit mencari jalan keluar jika terjadi kebakaran. Pada tahun 2023 saja, terdapat lebih dari 1.300 kejadian kebakaran di Jakarta.
“Karena kepadatan seperti itu, kemungkinan terjadinya korsleting dll sangat tinggi karena sambungannya tidak beraturan. Jadi kebakaran di Jakarta masih tinggi, sering kalau kompornya tidak ada masalah. Karena kepadatan seperti itu, rangkaian listrik dll. Kemungkinannya adalah, itu karena koneksinya konstan. Biasanya ada arus pendek, korsleting,” ujarnya.
Sebelumnya, kebakaran terjadi di sebuah bangunan perumahan di Tambora, Jakarta Barat, yang mengakibatkan lima orang meninggal dunia. Di wilayah padat penduduk ini, diketahui bahwa masyarakat hanya memiliki sedikit cara untuk melindungi diri jika terjadi kebakaran.
(hanya)
(hanya)