Masih ingatkah Anda dengan kata “cab cab” yang populer pada tahun 2015? Ketika saya masih muda. Kata “cabby-cabin” sering digunakan untuk mencela wanita yang “genit, terlalu lancang”, seperti yang dinyanyikan lagu I Mey Mey dengan cabana Chili.
Kita bisa menyebut kata “kabi-kabin” sebagai label negatif bagi perempuan. Label negatif yang ditujukan kepada perempuan bukan satu-satunya yang terkena dampaknya, namun banyak sekali, menyebar ke seluruh masyarakat, dan berubah seiring berjalannya waktu.
Jika Anda penasaran bagaimana kata-kata tersebut dapat terbentuk, menyebar, berubah seiring berjalannya waktu, dan bagaimana pengaruhnya terhadap individu, saya akan menjelaskannya dari sudut pandang interaksi simbolik.
Apa itu Interaksi Simbolik?
Interaksionisme simbolik adalah teori yang diperkenalkan oleh George Herbert Mead. Hubungan masyarakat satu sama lain dan dengan dirinya sendiri, simbol-simbol yang mereka gunakan, menciptakan makna dalam simbol-simbol tersebut. Simbol setara dengan bahasa, baik verbal (kata-kata tertulis dan lisan) maupun non-verbal (gerak tubuh, cara berbicara, penampilan, dan sebagainya).
Makna-makna dari simbol-simbol tersebut dipahami secara bersama-sama, berdasarkan bagaimana perasaan dan perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan kejadian-kejadian disekitarnya. Hal ini juga berarti bagaimana identitas kita diciptakan dan bagaimana kita menampilkan diri kita kepada orang lain ketika mereka berinteraksi.
Pikiran, diri, dan pikiran sosial
Berpikir adalah proses dimana kita berkomunikasi dengan diri kita sendiri, memahami situasi, membentuk kesan dan mengidentifikasi diri kita sendiri. Aktivitas dalam proses berpikir didasarkan pada bagaimana kita bertindak dan bertindak.
Seseorang berbicara pada dirinya sendiri untuk memahami situasi dalam pikirannya. Bahkan dalam pikirannya, seseorang menciptakan identitasnya sendiri dengan mengambil suatu peran. Bermain peran adalah kemampuan untuk melihat diri Anda secara simbolis sebagaimana orang lain melihat Anda.
Ketika seseorang memikirkan simbol lada, dia mencoba memahami arti lada. Dengan begitu, ia akan menentukan wanita mana yang mewakili makna simbol cabai tersebut dan bagaimana menyikapinya. Dia mungkin melihat orang lain sebagai cabai atau dirinya sendiri. Artinya dia paham bagaimana memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain.
Diri
Selain sikap mendasar terhadap diri sendiri dan orang lain, makna juga mengacu pada bagaimana seseorang mengkonstruksi identitasnya. Hal ini bisa terjadi ketika ia merasa masyarakat menganggapnya pemarah.
Dalam konsep diri terdapat diri “aku” dan “aku”. Diri adalah subjek dan sadar diri, dan “aku” adalah orang yang sadar sosial, yang mengarahkan perilakunya dengan mempertimbangkan pendapat orang lain. Misalnya saya adalah seseorang yang suka memakai gaun pendek, berdandan dan sering bermain dengan teman di luar rumah. Namun, dalam konsep “aku”, masyarakat menganggap orang tersebut sebagai orang yang tidak disukai. Ketika seorang wanita menyadari bahwa orang menganggapnya sebagai orang yang pedas, dia akan menyesuaikan dirinya dengan ekspektasi orang terhadap pria yang dianggap sebagai cabai. Dia mungkin setuju dengan bertindak “ringan” atau mengendalikan diri untuk menghindari sikap “peppery”.
Masyarakat
Masyarakat menciptakan, memperluas dan memperkuat makna tantangan melalui interaksi sosial. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka interaksi yang berlangsung memungkinkan terjadinya perubahan makna tanda-tanda yang digunakan dalam berkomunikasi. Begitulah cara seseorang memandang realitas sosial. Ketika maknanya berubah, realitas sosialnya pun berubah. Persepsi terhadap cabai mungkin telah berubah, simbol-simbol baru yang terkait telah muncul, dan sikap masyarakat terhadap cabai juga telah berubah.
Hasil
Fenomena lada dapat kita pahami dari sudut pandang teori komunikasi simbolik, dimana simbol-simbol seperti kata “kabin” mempunyai makna yang diciptakan, disebarkan dan dipahami melalui interaksi sosial. Simbol ini tidak hanya menjadi label negatif yang menstigmatisasi perempuan, namun juga mempengaruhi cara perempuan tersebut memandang dirinya dan bagaimana masyarakat memperlakukannya. Seiring berjalannya waktu, makna ini dapat berubah atau berubah.
Pengarang:
Angeline Saviola
Mahasiswa Magister Komunikasi
Universitas Pembangunan Veteran Nasional Jakarta (UPNVJ)
Penafian: Artikel ini merupakan pendapat penulis dan tidak mencerminkan posisi tim redaksi topindopay.co.id.
(kanan)