JAKARTA – Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, sistem hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem hukum Belanda. Namun hal tersebut berhasil ditransformasikan sehingga peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat sejalan dengan standar yang ada di tanah air.
“Meskipun sistem hukum kita masih warisan hukum kolonial, namun kita telah berhasil melakukan transformasi. Sehingga hukum kita bisa lebih mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat,” kata Yusril dalam keterangannya yang dikutip Selasa (29/10). /2024).
Hal itu diungkapkan Yusril pada Sidang Akbar Dies Natalis ke-100 di Aula Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Depok pada Senin, 28 Oktober 2024.
Yusril mengatakan keberadaan FHUI mempunyai peran penting dalam mengupayakan transformasi hukum yang lebih sesuai dengan standar dan filosofi Indonesia. Ia mengapresiasi kondisi yang luar biasa sejak berdirinya pada 28 Oktober 1924.
100 tahun yang lalu, pendidikan hukum pertama di Indonesia dibuka di Batavia, yang selanjutnya melahirkan generasi elit baru di bidang hukum. FHUI tidak hanya melahirkan ilmuwan dan pengacara, namun juga tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan, seperti Prof. Supomo dan Bpk. Muhammad Yamin yang menjadi Menteri Kehakiman pertama, tambahnya.
Yusril mengatakan, berlalunya abad pendidikan hukum bukan sekedar perjalanan waktu, namun merupakan cerminan komitmen yang terus diperkuat dalam menciptakan manusia hukum yang berintegritas dan berjiwa nasionalis.
“Diantara perbedaan cara pandang, selalu ada titik temu yang mempersatukan kita, yaitu komitmen yang kuat untuk menjaga dan memajukan NKRI,” ujarnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan peringatan 100 tahun ini merupakan titik balik untuk melihat kembali capaian dan tantangan yang dihadapi pendidikan hukum ke depan. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa cara pendidikan hukum pada abad terakhir ini memberikan sumbangan yang mendasar terhadap praktek hukum dan ketatanegaraan.
“Namun ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki, salah satunya adalah memperluas ruang hukum progresif,” kata Arsul yang mewakili Mahkamah Konstitusi (MC).
Pendidikan hukum yang mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya mahir secara teknis tetapi juga peka secara sosial menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, menurut Arsul. Ia berharap pendidikan hukum di Indonesia dapat terus berkembang sehingga hukum menjadi alat yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tidak hanya bergantung pada legalisme formal.
“Kita harus kembali pada prinsip bahwa hukum harus melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Hukum progresif dalam praktiknya mengutamakan rasa keadilan masyarakat dan tidak hanya fokus pada formalitas administratif,” ujarnya.
Sementara Dies Natalis ke-100 bukan sekedar perayaan, kata Dekan FHUI Parulian Paidi Aritonang, abad ini merupakan sebuah pencapaian besar yang menunjukkan tekad untuk terus melahirkan pemimpin-pemimpin hukum yang berintegritas.
“Mari kita jadikan momen 100 tahun ini sebagai batu loncatan untuk terus mengembangkan pendidikan hukum yang tidak hanya fokus pada teori, tetapi juga praktik yang mendalam dan berlandaskan keadilan nyata,” ujarnya.
(ari)