PARIS – CEO dan pendiri Telegram Pavel Durov telah ditangkap di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan kejahatan terkait pornografi anak, perdagangan narkoba, dan transaksi penipuan di platform perpesanan tersebut, kata jaksa Prancis pada Senin (26 Agustus 2024).

Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang memberikan konfirmasi resmi pertama mengenai penangkapan Durov, mengatakan tidak ada motif politik dalam penangkapan tersebut. Perancis berkomitmen penuh terhadap kebebasan berpendapat yang sah, katanya.

“Penangkapan presiden Telegram di wilayah Prancis terjadi sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung,” tulis Macron di X, menurut laporan Reuters. “Itu bukan keputusan politik, keputusan ada di tangan hakim.

Dalam pernyataan selanjutnya, jaksa Paris Laure Becua mengatakan Durov ditangkap sebagai bagian dari penyelidikan terhadap seorang pria yang tidak disebutkan namanya yang diluncurkan oleh unit kejahatan dunia maya kantor tersebut pada 8 Juli.

Investigasi tersebut mencakup dugaan keterlibatan dalam beberapa kejahatan, termasuk perdagangan manusia, pornografi anak, perdagangan narkoba dan menjalankan platform online yang memungkinkan penipuan, serta menolak untuk mengungkapkan informasi kepada pihak berwenang, pencucian uang dan menyediakan layanan kriptografi kepada penjahat. Dia berkata. . Durov bisa ditahan hingga Rabu (29 Agustus 2024), ujarnya.

Telegram adalah aplikasi perpesanan dan media sosial populer yang mirip dengan WhatsApp. Aplikasi terenkripsi, yang memiliki hampir 1 miliar pengguna, sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan bekas Uni Soviet. Penangkapan Durov menuai kritik dari pemilik X, Elon Musk, yang mendapat serangan terhadap kebebasan berpendapat di Eropa dan meminta otoritas Prancis dari Moskow untuk menyerahkan hak Durov.

Durov, miliarder berusia 39 tahun yang berperan sebagai “Mark Zuckerberg dari Rusia”, memiliki kewarganegaraan ganda yaitu Prancis dan Uni Emirat Arab (UEA).

Dalam komentar pertamanya, Kementerian Luar Negeri UEA mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah meminta Prancis untuk “menyediakan semua layanan konsuler yang sangat dibutuhkan”.

Telegram tidak memberikan rincian mengenai penangkapan tersebut, namun mengatakan bahwa perusahaan yang berbasis di Dubai tersebut mematuhi hukum Uni Eropa dan bahwa moderasinya “sejalan dengan standar industri dan terus meningkat.”

(dk)