JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai peninjauan kembali (PK) izin usaha pertambangan (IUP) pelaku korupsi Mardani H Maming patut ditolak. Maki menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan ahli hukum kasus Mardani H Maming tidak mengikat sehingga hakim tetap independen dan tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun.
Hal ini diungkapkan koordinator MAKI Boyamin Sayam menanggapi tindakan ahli hukum yang menuduh mantan Bupati Tanah Bambu, Mardani H. Melakukan peninjauan terhadap kasus korupsi yang melibatkan Maming.
Sejumlah pakar hukum telah menuangkan ulasan tersebut dalam buku terkait kasus Mardani H Maming di tengah proses Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Mahkamah Agung (MA).
“Tidak ada alasan untuk menerima PK Mardani H Maming. Penyidikan tidak mengikat, hanya surat cinta, bisa diterima atau ditolak dan hakim independen tidak bisa dipengaruhi siapapun,” kata Boyamin, Senin (7/10). ).
Menurutnya penyidikan yang dilakukan ahli hukum hanya sekedar pengalihan perhatian. Pasalnya, kata Boyamin, pemeriksaan yang dilakukan ahli hukum memuat materi serupa dengan saksi ringan dalam persidangan Mardani H Maming yang merupakan terpidana korupsi.
“Saya melihat peninjauan kembali itu murni dinamika hukum. Sebab di sisi lain, Mardani Maming dalam persidangan menghadirkan saksi ahli ringan yang isinya mirip penyidikan. Ternyata hakim menolaknya dan Mardani Maming divonis bersalah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan kembali bahwa Mardani H Maming dinyatakan bersalah dalam putusan hakim tingkat Pengadilan Tipikor, Banding, dan Kasasi Banjarmasin karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Karena itu, dia meminta semua pihak, termasuk ahli hukum yang melakukan penyidikan, menghormati keputusan tersebut.
Padahal, hakim di tingkat pengadilan negeri, banding, dan kasasi sudah memutuskan bersalah, jadi kami hormati semuanya, tutup Boyamin.
Sekadar informasi, Pengadilan Negeri awalnya memvonis Mardani Maming dengan hukuman 10 tahun penjara seumur hidup dan denda Rp500 juta. Mardani Maming terbukti menerima suap untuk menerbitkan surat keputusan pengalihan IUP OP saat menjabat Bupati Tanah Bambu.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Heru Kuntjoro juga mengatakan tambahan denda tersebut untuk membayar ganti rugi negara sebesar Rp110,6 miliar dengan syarat jika tidak membayar maka harta kekayaannya akan disita dan dilelang atau diganti dengan hukuman 2 tahun penjara. .
Tak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun.
Namun setelah tidak diterima, Mardani Maming mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim Agung Suhadi didampingi oleh Hakim Agung Augustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto dengan tegas menolak permohonan kasasi tersebut.
Selain itu, Hakim Agung Mardani Maming memerintahkan pembayaran ganti rugi sebesar Rp 110.604.371.752. (Rp 110,6 miliar) hingga 4 tahun penjara.
Kemudian Mardani Maming mendaftarkan PK pada 6 Juni 2024. Nomor PK yang diajukan Mardani H Maming adalah 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
Ringkasan jalannya perkara menyebutkan, majelis hakim yang memimpin sidang peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming, diketuai majelis H. Sunarto, Anggota Panel 1 H. Ansori dan anggota panel 2 Dr. Prim Hariyadi.
Sementara Wakil Panitera Dodik Setyo Vijayanto sedang dalam proses peninjauan kembali (PK) Mardani H Maming.
(fmi)