JAKARTA – Pakar antikorupsi Mahrus Ali meminta Mardani H Maming segera dibebaskan. Banding itu muncul setelah mengkaji ulang putusan hakim dan mengungkap kekeliruan dan kekeliruan hakim dalam menjatuhkan hukuman.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UI ini mengatakan Mardani H Maming tidak melanggar seluruh pasal yang didakwakan sehingga harus dibebaskan demi hukum dan keadilan.
“Menurut pantauan kami, Mardani H Maming tidak melanggar Pasal 93 UU Minerba, karena kriteria pasal tersebut berlaku bagi pemegang IUP, bukan pengelola yang menerbitkan SK tersebut,” kata Ali dalam keterangannya, dikutip dari Antara. Selasa (22). /10/2024).
Beberapa waktu lalu, sejumlah pakar antikorupsi Fakultas Hukum UII menggelar bedah buku bertajuk Mengungkap Kesalahan dan Kekeliruan Hakim dalam Menangani Kasus Mardani H Maming.
Ada sepuluh penguji yang memberikan nilai. Mereka adalah Profesor Dr. Ridwan Khairandy, Dr. Mudzakkir, Profesor Hanafi Amrani, Dr. Ridwan, Dr. Eva Achjani Zulfa, Dr. Muhammad Arif Setiawan, Dr. Nurjihad, Dr. Mahrus Ali, Dr. Karina Dwi Nugrahati. Putri dan Dr. Ratna Hartanto.
Kesepuluh penguji ini berasal dari berbagai latar belakang. Semuanya adalah pengacara, baik ahli hukum pidana, hukum perdata, kriminologi, hukum tata usaha negara, dan viktimologi. Usai melakukan pemeriksaan, semua sepakat, tanpa ada pendapat atau perbedaan pendapat, agar Mardani H Maming segera dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.
Dalam pembukaan debat ujian, Rektor Bidang Kemahasiswaan, Agama dan Alumni Universitas Islandia, Dr. Rohidin, bahwa ujian Mardani H Maming ini menarik karena idealnya kesalahan tidak boleh menimpa hakim yang harus bijak.
Hakim sebagai hakim, kata dia, harus mempunyai kemampuan dalam memutus perkara dengan benar dan cepat dalam suatu permasalahan.
Keputusannya juga harus berdasarkan pertimbangan kualitatif, bukan kuantitas, serta kemanusiaan dan keuntungan. Semuanya demi kepentingan bersama atau semua pihak, ujarnya.
Salah satu penguji yang berprofesi sebagai Guru Besar Hukum Administrasi Negara, FH UII, Guru Besar. Dr. Ridwan menyatakan, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim Tingkat Banding dan Tarif, kegagalan terdakwa menandatangani dan menerbitkan Keputusan Kepala Daerah Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 merupakan pelanggaran Pasal. 93 – ayat 1 undang-undang no. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
“Perbuatan terdakwa selaku Gubernur Izin Usaha Pertambangan Produksi (IUP-OP) Tanah Bumbu untuk batubara dari PT. persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan keuangan?
“Jawaban terhadap kedua permasalahan hukum tersebut terkait dengan pemahaman yang utuh tentang keabsahan izin, izin usaha pertambangan, dan izin usaha pertambangan khusus, pengalihan IUP-OP, serta syarat-syarat pengalihan IUP OP,” lanjut Guru Besar. Ridwan.
Pada masa transisi IUP, seluruh dokumen dan persyaratan telah dipenuhi sehingga tidak melanggar aturan. Semuanya sesuai dengan sistem dan peraturan hukum yang berlaku saat ini.
(fmi)