PENDIRI Fairy Job Mother Shoshanna Davis telah membantu lebih dari 20.000 generasi muda memahami apa yang diinginkan perusahaan.

Dirangkum Theguardian.com pada Kamis (19/9/2024) Shoshanna bekerja sama dengan perusahaan dan universitas untuk membantu mereka memahami kebutuhan generasi muda. Davis menjelaskan bahwa kesehatan mental sering kali muncul dalam bentuk yang tidak selalu terlihat oleh pemberi kerja.

Oleh karena itu, generasi muda saat ini menghadapi berbagai tekanan berat yang semakin parah. Meningkatnya biaya hidup akibat krisis dan hilangnya waktu produktif selama pandemi sering disebut sebagai “pandemic bypass”. Situasi ini menambah banyak ketidakpastian dalam hidup mereka.

Akibatnya, banyak generasi muda yang merasa terjebak dalam situasi yang tidak menentu, sehingga semakin memperparah perasaan frustasi dan ketidakberdayaan mereka. Meski pemberitaan sering memberitakan tentang kekurangan tenaga kerja dan keterampilan di berbagai sektor, kenyataannya banyak generasi muda yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Ketatnya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan, terutama bagi lulusan baru, menambah beban mental dan finansial yang mereka rasakan. Hal ini menciptakan kesenjangan yang lebih besar antara harapan dan kenyataan. Masalah ini diperburuk oleh ketidaksesuaian antara berita mengenai kekurangan keterampilan dan tenaga kerja dengan kenyataan di lapangan.

Banyak dari mereka, meskipun telah melakukan segala persiapan, masih mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan minatnya. Shoshanna Davis, yang telah melakukan banyak pekerjaan membantu kaum muda, mengatakan banyak dari mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan, baik di bidang ritel maupun perhotelan.

Persaingan yang ketat di pasar tenaga kerja sangat membebani dan banyak orang merasa terpaksa mengambil pekerjaan yang kurang sesuai untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

“Memiliki sesuatu yang dinanti-nantikan jelas membantu dari sudut pandang kesehatan mental,” kata Davis.

“Namun, banyak orang yang tidak punya harapan, karena kami tidak punya uang untuk membeli rumah, bepergian, atau bahkan pekerjaan yang kami sukai, tapi hanya pekerjaan pertama yang harus kami bayar,” ujarnya.

Menurut Davies, pandangan generasi tua bahwa generasi muda harus lebih kuat sering kali dianggap “cukup antusias”.

“Mengapa kita tidak menginginkan yang terbaik untuk generasi muda penerus? Media telah banyak menciptakan stereotip dan generalisasi terhadap Gen Z. Sedikit empati saja sudah cukup untuk membuat kita menjadi lebih baik,” ujarnya.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, penting bagi masyarakat dan pengusaha untuk lebih memahami dan mendukung generasi muda. Dengan lebih memperhatikan kebutuhan mereka dan mengurangi stereotip negatif, kita dapat membantu mereka mengatasi stres, dan menciptakan peluang yang lebih baik untuk masa depan mereka.

Pendekatan yang lebih berempati dan dukungan konkrit dapat membawa perubahan dalam membantu generasi muda menjalani masa depan yang lebih baik dan penuh harapan.

(Leo)