MALANG – Dosen Universitas Brawijaya (UB) menciptakan alat pengelolaan hutan berbasis Internet of Things (IoT). Alat tersebut diklaim mampu mengurangi kebakaran hutan, banjir, dan mengidentifikasi satwa liar dengan akurasi dan efisiensi tinggi.
Didesain berbentuk kotak besar beserta beberapa perangkat lainnya, dibuat oleh dua staf pengajar Fakultas Teknik UB dan Fakultas Pertanian. Terciptanya program ini merupakan hasil kolaborasi interdisipliner, menggabungkan teknologi LoT dan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan sistem pengawasan cerdas.
Kotak besar tersebut berisi beberapa perangkat seperti pemancar sinyal, layar monitor untuk menampilkan data, baterai berbasis energi panel surya, dan kabel harness.
Rifqi Rahmat Hidayatullah, dosen Program (Prodi) Penelitian Kehutanan Fakultas Pertanian UB, mengatakan penemuan alat tersebut didasarkan pada pemantauan dan pengelolaan hutan Indonesia yang masih kurang. Hingga saat ini perburuan liar, penebangan hutan dan konsumsi energi yang rendah masih banyak terjadi di kawasan hutan.
“Kami mencoba membuat instrumen yang tahan terhadap cuaca dan pencurian sehingga jika kita letakkan di tempat yang ada barang curiannya, kita bisa mendeteksinya, apakah instrumen itu dicuri atau tidak, tentu kita pasang GPS di dalamnya, katanya. Riffi Rahmat Hidayatullah.
Rifqi juga mengklaim alat tersebut tahan terhadap cuaca buruk seperti badai dan anti maling karena memiliki sistem pelacakan canggih yang dapat mengirimkan koordinat akhir. Penggunaan teknologi LoR atau gelombang radio yang setara memprediksi kesulitan dalam mengakses sinyal internet di hutan, meskipun alat ini juga dapat bekerja dengan internet dan menggunakan AI.
Informasi dan data yang dikumpulkan akan dikirim ke pusat kendali melalui jaringan LoRa (Jarak Jauh) untuk ditampilkan di dashboard web, sehingga memudahkan pengambilan keputusan oleh pengelola hutan.
“Datanya dikirimkan menggunakan teknologi bernama Wifi dan Lora, misalnya di kawasan yang tidak ada sinyal. Lora paling mumpuni, karena lagipula kawasan hutan di Indonesia luas dan hampir semuanya tidak ada sinyal. )” katanya.
Alat tersebut juga mampu terhubung ke IoT dan kecerdasan buatan menggunakan teknologi Only You Look Once (YOLO) untuk menemukan lokasi objek dengan cepat dan akurat, serta protokol komunikasi LoRa untuk mengirimkan data jarak jauh.
“Pengembangan IoT dan AI ini sejalan dengan rencana jangka panjang UB yang diartikan sebagai rencana kehutanan yang baik, dimana pemanfaatan IoT dan AI menjadi manajemen dan edukasi kita,” ujar orang yang juga menjabat sebagai pengelola. dari UB. Hutan pendidikan hutan.
Sistem yang menggunakan AI pada alatnya ini diklaim mampu memantau biofisika dan iklim di hutan, melacak satwa liar, aman dan berbeda dengan kamera jebakan yang biasa digunakan selama ini. Kemudian alat ini juga dapat memantau kebakaran hutan dan lahan, termasuk resapan air di kawasan tersebut hingga memprediksi terjadinya banjir, karena dapat memantau secara real time atau just in time.
“Sampai saat ini Sipongi berbasis di titik-titik koordinasi dan membutuhkan waktu, namun alat ini mempunyai kemampuan untuk mengirimkan data secara real time, karena pemantauan secara real time dapat melindungi kawasan hutan dari aktivitas ilegal. Alat ini juga anti pesawat, anti -pencurian dan baterai tahan lama,” katanya. .
Sementara itu, Rachmad Andri Atmoko selaku dosen teknologi informasi UB mengatakan pemanfaatan Lora dinilai cocok untuk hutan lebat dan vegetasi gurun. Dimana Lora merupakan teknologi frekuensi radio mirip Handy Talky (HT) yang menggunakan frekuensi lebih rendah, cukup murah dibandingkan menggunakan internet satelit.
“IOT canggih yang kita dapatkan harus terlihat, yang kita bangun itu berbasis web. Kalau kita online siapa pun bisa pakai, cukup berbasis web, bisa dilihat secara real-time, kita’ kami juga menggunakan AI untuk teknologi.” kata Rahmad Andri Atmoko.
Perangkat yang satu ini biaya pembuatannya hanya sekitar Rp 5 juta saja, sudah termasuk perangkat Lora yang diimpor dari China dengan harga Rp 400-500.000 per perangkat, baterai sekitar Rp 1,5 juta, dan aksesoris lainnya. Alat pemantau Forest Lora juga dilengkapi fitur implementasi objek kecerdasan buatan, transmisi data menggunakan LORA (low power, long range), komputasi kabut, portabilitas, panel surya dan baterai, serta anti-tampering.
“Alat ini masih dalam bentuk prototype dan perlu penyempurnaan. Sudah mendapat dukungan dari UBrics untuk kemungkinan pendanaan. Kedepannya akan kami kembangkan lebih lanjut untuk diproduksi massal,” ujarnya.
(kesalahan)