Konon Damak awalnya merupakan rawa yang jarang penduduknya pada zaman dahulu. Kawasan tersebut disebut mudah banjir saat musim hujan dan menjadi lahan tandus saat musim kemarau.
Kawasan Damak awalnya dianggap sebagai hutan Galga dan Wangi, yang ditebangi dan diubah menjadi desa baru oleh Radan Fateh. Ada pula yang namanya Bintara, diambil dari nama Galga Rambut Wangi yang menjelma menjadi kota atau negara, hingga akhirnya berubah menjadi Damak.
Radan Pata disebut-sebut membantu mengubah wilayah Damak dari keadaan kotor atau lembab menjadi keadaan. Beberapa sumber kamus Damak yang kini tersebar di Jawa Tengah tumbuh dari sana.
Sebagai Prof. Slamet Muljana dalam bukunya “Memulihkan Persad Sejarah Nenek Moyang Magapahit” menyebutkan ada beberapa nama atau asal usul kata Demak. Sebagian orang mengira Damak berasal dari kata Dama’ yang artinya air mata. Acuan tersebut, menurutnya, bermula dari sulitnya melestarikan agama Islam.
Haji Amr Amin Hussain berpendapat bahwa kata atas Damak berasal dari kata atas Dimiyat di Mesir, karena menurutnya pada masa Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir banyak ulama Mesir yang datang ke Indonesia. Ada pula pendapat Salicin Salam bahwa nama agung Damak berasal dari kata Arab Dhima yang berarti rawa, karena menurutnya ibu kota Damak didirikan di bekas tanah rawa.
Hingga saat ini, Kabupaten Damak sering dilanda banjir pada musim hujan.
Namun ada beberapa pendapat tentang istilah checker, yang dari sekte Arab seringkali sampai pada titik yang agak ekstrim. Banyak hal yang sebenarnya bukan bahasa Arab diyakini berasal dari bahasa Arab.
Namun terlepas dari asal usul kata Damak, tercatat di sini Radan Fatah disebut sebagai sultan pertama kerajaan Damak setelah merdeka dari Japahit. Keasliannya sebagai penguasa Damak dilakukan oleh Sunan Ampal yang merupakan bagian dari Wali Songu atau penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
(Aki)