CIREBON – Perkembangan perajin batik muda semakin sulit. Pemerintah terus berupaya menghidupkan kembali gairah industri batik, salah satu warisan budaya Indonesia yang saat ini menghadapi beberapa tantangan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon Hilmi Rivai mengakui, minat generasi muda terhadap batik semakin menurun, begitu pula dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial yang lambat laun mengurangi kecintaan terhadap budaya lokal. Selain itu, ketersediaan batik cap yang murah dan mudah didapat juga menjadi tantangan besar bagi para perajin batik tradisional.

“Kebingungan ini tidak bisa dihindari, tapi saya yakin batik mempunyai nilai budaya dan budaya yang kuat. Seni batik tulis tidak bisa digantikan oleh industri atau percetakan,” kata Hilmi di acara Oreo Berbagi, baru-baru ini. Tantangan dan upaya meningkatkan popularitas artis muda

Hilmi menjelaskan, pengembangan perajin muda menjadi fokus utama. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti sekolah dan brand internasional untuk mempromosikan pengetahuan dan minat generasi muda terhadap batik. Salah satunya adalah kerjasama dengan SMK 1 Gunungjati yang melibatkan siswa dalam kegiatan pendidikan dan menumbuhkembangkan kecintaan terhadap batik.

“Kami juga bekerja sama dengan asosiasi produsen batik untuk mengadakan pertemuan. “Selain memberikan pelatihan, kami mendengarkan kebutuhan dan keluhan perajin,” ujarnya.

Sebagai bagian dari peluncuran Proyek Batik OREO, Mondelez Indonesia telah mengambil langkah nyata untuk membantu lebih dari 1.400 perajin dan pengusaha di Cirebon. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan industri tersebut.

“Batik merupakan salah satu produk terbaik Indonesia yang kami banggakan. “Melalui CSR OREO Donate, kami berharap dapat turut memberikan dukungan kepada para perajin batik, agar mereka dapat terus berkreasi dan batik tetap kuat,” jelas Khrisma Fitriasari, Head of Corporate Communications and Government Affairs Mondelez Indonesia.

Program ini juga mendapat ucapan terima kasih dari Alexandra Arri Cahyani, Direktur Industri Aneka Kimia, Garmen dan Kerajinan Kementerian Perindustrian. Ia menekankan pentingnya peran industri batik dalam menopang perekonomian negara, khususnya melalui industri kecil dan menengah (IKM).

“Bisnis batik sangat bermanfaat terutama untuk mendatangkan lapangan kerja. “Kami berharap program seperti ini dapat meningkatkan kesehatan para perajin dan melestarikan batik sebagai warisan budaya,” kata Alexandra.

Acara ini bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha dan Pengrajin Batik Indonesia (APPBI) dan menjangkau perajin di delapan kota di Cirebon. Sumbangan berupa bahan batik dan bahan pengelolaan limbah senilai lebih dari 1 miliar rupiah diharapkan dapat meningkatkan produksi kerajinan tangan. Batik Cirebon: Tantangan dan Upaya Meningkatkan Popularitas Seniman Muda

Dr. Komarudin Kudiya, Ketua APPBI, membenarkan penurunan jumlah perajin batik Cirebon yang kini mencapai 30-35%. Omzet industri batik juga turun signifikan hingga mencapai 40% pada tahun 2019 hingga 2024.

“Kami berharap proyek ini dapat memberikan kehidupan baru bagi para perajin batik Cirebon. “Kami berharap inisiatif ini juga dapat menjangkau para pengrajin tekstil tradisional lainnya, sehingga industri ini dapat tumbuh dan maju,” ujar Dr. Komarudin.

Upaya ini menunjukkan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk menjaga kekuatan industri batik sebagai salah satu penopang kebudayaan dan perekonomian Indonesia.

(semua)