JAKARTA – Batik sudah lama menjadi komoditas penting di Tanah Air. Nama Batik telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan manusia budaya lisan dan nonbendawi dan diperingati setiap tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Namun batik bukan sekedar fashion atau industri. Prisca Eniritno belajar lebih dalam. Seorang perempuan asal Singkawang, Kalimantan Barat yang memperkenalkan batik dengan cara berbeda.
Menurut perempuan kelahiran 23 Januari 1988 ini, batik merupakan ekspresi yang bisa diungkapkan pada kain. Batik, menurutnya, terlalu bermodalkan romansa industrial dan keuntungan semata. Sebenarnya ada yang lebih dalam dari itu: kita bisa bercerita lewat batik!
Prisca mengenal batik saat kuliah di Yogyakarta pada pertengahan tahun 2010. Dengan bakat ayahnya dalam melukis dan kecintaannya pada guratan lilin yang membentuk pola tertentu, Prisca terinspirasi untuk mengembangkan batik dengan cara berbeda.
Menurutnya, batik bukanlah batik jika tidak melalui proses tertentu. Membuat pola, membuat pola dengan lilin, mengaplikasikan warna berulang kali adalah sebuah proses yang membuat kita lebih memahami arti batik sebenarnya.
Baginya, batik merupakan alat ekspresif untuk mengungkapkan keluh kesah, kesedihan, kegembiraan dan sesuatu yang lebih dalam, seperti corak tertentu suatu daerah.
Kembali ke rumah, buat informasi tentang rumah
Proses membatik yang tak terlupakan di Yogyakarta berlanjut dalam memoar Prisca. Tak ingin hobi membatiknya berhenti, ia kembali menekuninya sekembalinya ke kampung halaman di Sinkawang, Kalimantan Barat.
Kenangan akan batik dan idealisme karya tersebut membuat Prisca ingin mengambil “jalan lain” dalam memperkenalkan batik. Ketimbang menciptakan industri batik print, ia memilih mengenalkan batik melalui metode edukasi.
Dia memutar otaknya. Bagaimana bisa menampilkan batik idaman kepada masyarakat, padahal banyak dari mereka yang hanya mengenal batik sebagai motif cetakannya saja bahkan mereka sendiri belum paham maksudnya.
Ia membuat motif batik Kote Singkawang. Lahirnya motif ini harus melalui proses renungan mendalam terhadap lingkungan. Ia memikirkan bagaimana cara mengenalkan Singkawang hanya dari penyakit stroke. Akhirnya renungannya mengarah pada dua tanaman endemik di Singkawang: Anggrek dan Tengkawang!
Kedua tanaman ini diyakini paling mewakili kota kelahiran dan menunjukkan jati diri Singkawang sebagai kota yang masih asri dan alami. Kedua tumbuhan ini hampir punah di lingkungan alaminya. Dalam Priska, Anggrek dan Tengkawang akan tetap abadi jika diungkapkan melalui media batik.
Selain motif kedua tumbuhan tersebut, motif bejale nelayan, motif bunga betabur, bunga talam simpur susun termasuk motif yang dipilih Priska untuk menggambarkan keadaan asli masyarakat adat Singkawang. Bahkan, ia juga menciptakan gerakan membatik dari nasi kotak bekas sebagai kampanye lingkungan hidup.
Diakui oleh Komunitas
Proses kreatif Prisca perlahan mendapat pengakuan. Banyak orang yang akhirnya tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang batik.
Dukungan tersebut membuat Prisca senang dan dihadapkan pada dilema. Ia tak kuasa membendung keinginan masyarakat untuk mengenal batik dan mempromosikannya sebagai komoditas yang bernilai jual.
Namun di sisi lain, bayang-bayang kegagalan usaha yang pernah menimpanya menjadi kendala pertama baginya untuk menebar benih membatik. Bermodalkan tekad dan bermodal rumah kosong serta bahan batik senilai Rp 700 ribu, ia memulai petualangan mengenalkan batik kepada masyarakat.
Sebelum kita sampai pada poin saat ini, Prisca membawa kita ke awal perjalanan lambatnya. Ia memperkenalkan batik ke kota yang belum terlalu mengenal batik. Diketahui sebelum kedatangan Prisca, Kota Sinkawang tidak memiliki motif batik khusus.
Sedikit demi sedikit batik diperkenalkan. Mulai dari masyarakat hingga sekolah, SD, SMP, SMA, dan SLB, ia memperkenalkan batik.
Prisca menuturkan, saat mengenalkan batik ke SLB, salah satu muridnya berhasil meraih Juara I Kompetisi Batik Nasional di Jakarta. apa rahasia Kebebasan! Prisca membebaskan murid-muridnya untuk berekspresi apapun yang mereka inginkan dan mengekspresikannya dalam media batik.
Maka lahirlah motif dinosaurus, ultramen, monster dan alien sebagai bentuk ekspresi anak berkebutuhan khusus.
Membuat terobosan, menciptakan kampung batik
Semakin banyaknya masyarakat yang berminat terhadap batik, maka Prisca perlu menyediakan fasilitas. Telah tercipta wisata batik edukasi dengan pola berbeda-beda dalam tiga arah. Lahir pada tanggal 1 Agustus 2019
Disebut tiga penjuru karena Kota Singkawang bisa dimasuki dari tiga titik, terdapat tiga pintu gerbang utama yang masuk ke dalam kota, dan semuanya memiliki budaya yang berbeda-beda.
Gerbang pertama berada di kawasan Singkawang Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang. Di sini mayoritas penduduknya adalah suku Dayak. Memperkenalkan batik ke daerah cukup mudah bagi Prisca karena khususnya suku Dayak sudah terbiasa membuat perhiasan berbahan dasar ukiran.
Kebanyakan batik yang dilahirkan mempunyai corak suku dengan corak khas Dayak. Dengan kebebasan yang digeluti Prisca, Kampung Batik Gerbang Timur menghasilkan karya seni dan lapangan bagi warga sekitar untuk berekspresi.
Gerbang berikutnya yang dimasuki Prisca adalah Gerbang Selatan. Di sana masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat pesisir yang hidup dalam dunia nelayan.
Prisca juga memperkenalkan batik sebagai media yang mampu menyampaikan ekspresi. Maka lahirlah motif batik dengan corak pantai yang menggambarkan aktivitas warga.
Pintu terakhir adalah area barat, Prisca juga menemukan sesuatu yang unik. Masyarakat perkotaan yang menghuni Sinkawang Barat menjadikan corak batik yang tampil lebih abstrak dengan filosofi hidup yang mendalam.
Ketiga sudut ini mempunyai arti mendalam bagi Prisca. Baginya, membatik berarti mempunyai kebebasan dalam proses pembuatan pola. Maka tak salah jika Prisca berkampanye dengan slogan menarik: Bercerita lewat batik.
Membuka peluang kerja
Wisata Edukasi Membatik Pola Tiga Sudut tidak hanya sebatas membuat karya seni saja. Mereka yang bekerja di sana juga diberdayakan.
Selain berjualan batik, Priska juga membuka lapangan kerja bagi ratusan warga di sana sebagai seniman batik.
Harga batik yang diberikan Prisca sesuai dengan perjuangannya. Mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 3 jutaan tergantung panjang kainnya, worth it lah dengan harganya jika melihat perjuangan menciptakan sebuah karya seni.
Menjual batik bukanlah hal yang main-main. Prisca mengaku menerima pesanan dengan omzet ratusan juta rupee. Sosok yang tentunya tidak hanya menguntungkan Priska, tapi juga para perajin lain yang menggantungkan hidup dari penjualan batik.
“Pesanan terbesar yang pernah ada mencapai ratusan juta,” kata Prisca saat menghubungi Okezone beberapa waktu lalu.
Melalui batik, Prisca ingin membuktikan bahwa seni tidak hanya mendatangkan kepuasan spiritual, namun juga dapat memberikan penghasilan yang berujung pada kesejahteraan jasmani.
Hingga saat ini, desa wisata batik yang didirikan oleh Prisca telah memberdayakan dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, memberikan fasilitas bagi wisatawan yang berkunjung untuk melihat proses produksi batik, membeli batik sebagai oleh-oleh, dan mengikuti workshop bagi yang ingin belajar membatik.
Ia menerima Penghargaan SATU Indonesia
Perjuangan Prisca mengenalkan batik akhirnya membuahkan hasil. Kampanye wisata edukasi batik dengan corak berbeda di tiga sudut akhirnya meraih penghargaan SATU Indonesia. Program yang didukung oleh ASTRA International ini dikenal sebagai program yang memberikan penghargaan kepada generasi muda Indonesia yang berprestasi dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Prisca mendapat penilaian regional pada SATU Awards Indonesia di bidang kewirausahaan. Kami berharap Prisca dapat memotivasi dan menginspirasi generasi muda lainnya di seluruh negeri untuk memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
Tak hanya Priska, tiga desa wisata bentukan Priska yang berlokasi di Nyarumbkop, Sedau, dan Sisadene juga masuk dalam proyek Kampung Sejahtera Astra.
Sebagai informasi, Desa Sejahtera Astra merupakan kontribusi sosial Astra bersama anak perusahaan dan yayasan sejak tahun 2018 yang telah mengembangkan 1.060 Desa Sejahtera Astra (DSA) yang merupakan program pengembangan ekonomi desa yang fokus pada pengembangan produk unggulan pedesaan (prukades). ) yang didistribusikan. di 37 provinsi dan 176 kabupaten di seluruh Indonesia.
Prisca mengatakan, keikutsertaan dalam Indonesia SATU Awards menyadarkannya bahwa membatik yang awalnya hanya sekedar hobi, bisa dikembangkan lebih lanjut agar bisa bermanfaat bagi orang lain.
“Berpartisipasi dalam ONE Indonesia Awards membuat saya lebih memahami tujuan saya untuk berkontribusi pada hobi saya,” ujarnya.
(Ha)