Antibiotik harus digunakan dengan hati-hati dalam melawan infeksi bakteri. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko bakteri menjadi resisten atau resisten terhadap antibiotik yang dapat membuat pengobatan dan perawatan pasien menjadi lebih lama dan sulit.

Perwakilan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menjelaskan, resistensi antibiotik terjadi ketika antibiotik tidak mampu lagi membunuh bakteri.

“Karena banyak bakteri yang resisten terhadap obat antibiotik yang ada. Salah satu penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat,” kata Syahril di Jakarta 2024. pada hari Jumat, 27 September. “Tidak cocok terutama berarti munculnya antibiotik. .

“Kedua, dosisnya, dan yang ketiga adalah durasi pengobatan. Misalnya ada orang yang sehari hanya minum antibiotik satu kali. Malah sehari dosisnya tiga kali. Jadi, bakterinya kebal, kebal,” katanya. katanya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk memperhatikan aturan penggunaan antibiotik. Apabila dokter meresepkan antibiotik sesuai indikasi medis, pasien harus mematuhi dosis dan durasi penggunaan obat yang ditentukan.

“Penggunaan antibiotik harus dilakukan sesuai anjuran dokter. “Dokter juga harus memenuhi syarat indikasi dalam meresepkan antibiotik,” kata Chiaril.

“Masyarakat juga harus patuh. Kalau dokter meresepkan antibiotik untuk tiga hari, tentu harus digunakan dalam jangka waktu tersebut. Jangan hanya diminum satu hari atau di resep tertulis tiga kali sehari, diminum sekali. “, katanya.

Bakteri yang kebal antibiotik bisa menyebar dan menjadi lebih ganas, menurut Syahril. Resistensi antibiotik membuat antibiotik menjadi tidak efektif dan infeksi menjadi lebih sulit diobati, meningkatkan risiko penularan penyakit, memperburuk kondisi penyakit, kecacatan bahkan kematian.

“Jika terjadi resistensi, maka banyak bakteri yang masih hidup di dalam tubuh. Kemudian bisa menyebar kembali dan menjadi lebih ganas. Misalnya kasus tuberkulosis multidrug-resisten (MDR-TB),” ujarnya.

“MDR-TB adalah bakteri tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TBC harus diobati selama enam bulan dan ada aturannya. Selama dua bulan pertama, empat jenis obat diresepkan, antara lain rifampisin, INH, etambutol, dan pirazinamid.  “Itu adalah empat obat yang diminum setiap hari selama dua bulan berturut-turut.

Selama empat bulan berikutnya, pengobatan TBC dilanjutkan dengan dua jenis obat. 

“Kalau obatnya hanya diminum satu bulan, bukan dua minggu, maka bakteri TBC akan resisten. “Kalau ada resistensi, pengobatannya sulit,” kata Syahril.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TB-MDR masih bisa diobati dan disembuhkan dengan obat lini kedua. Namun pengobatan lini kedua membutuhkan berbagai obat yang mahal.

Dalam beberapa kasus, resistensi obat yang luas dapat terjadi. Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap obat anti-tuberkulosis lini kedua yang paling efektif, sehingga pasien hanya memiliki sedikit pilihan pengobatan. MDR-TB masih menjadi krisis kesehatan masyarakat global.

Semua obat harus digunakan dengan hati-hati

Juru Bicara Mohammad Syahril mengingatkan kita untuk selalu mengonsumsi antibiotik sesuai resep dokter untuk menghindari risiko resistensi bakteri. Selain itu, hati-hati juga harus dikonsumsi dengan obat lain, seperti obat penyakit virus seperti batuk dan pilek.

“Hindari obat-obatan yang dijual bebas atau dijual bebas, antara lain antipiretik, obat batuk dan pilek, serta obat-obatan lainnya. Jika gejala (demam) ringan, Anda bisa mencoba cara tradisional seperti kompres, banyak minum air putih, makan. baiklah,” katanya.

“Jika (gejala) berlanjut, periksakan ke dokter yang diresepkan. Sekali lagi, semua obat, bukan hanya antibiotik, harus digunakan dengan hati-hati. “Kenapa banyak yang mau santai saja, minum obat sakit kepala, batuk, dan pilek,” ujarnya.

Oleh karena itu, kesadaran masyarakat terhadap penggunaan antibiotik yang tepat sangat penting untuk mengatasi resistensi bakteri terhadap obat dan merupakan langkah penting dalam mencegah dampak negatif resistensi bakteri. 

(Leo)