JAKARTA – Sejumlah kelompok masyarakat di Indonesia memboikot barang-barang yang dianggap terkait dengan Israel. Hal ini untuk memberikan tekanan kepada Israel agar menghentikan agresi militernya terhadap Jalur Gaza Palestina.

Namun, bukannya menghentikan serangan tersebut, Israel malah memberikan dampak langsung di dalam negeri, dengan banyak merek yang dituduh terlibat dalam kerusakan tersebut.​

PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), badan usaha milik negara pemilik waralaba KFC di Indonesia, baru saja mengumumkan penutupan 47 toko akibat kampanye boikot yang dilakukan perusahaan tersebut.

Dampaknya, kerugian yang dialami perusahaan akibat boikot juga mulai berdampak pada ekosistem rantai pasok, termasuk petani kecil. Banyak petani sayuran di Jabar mengaku mulai merasakan efek domino dari gerakan tersebut.​

Salah satunya, Ahmad, petani sayur asal Desa Sehrang, mengatakan hasil panennya belum terserap pasar.

“Dulu kami menjadi pemasok restoran cepat saji. Namun belakangan ini permintaannya menurun,” kata Ahmed, Senin (18/11/2024).

“Kami merawat sayuran ini dan memanennya, tapi sekarang tidak ada yang membelinya,” lanjut Ahmed.

Sementara itu, pada pertengahan Oktober, Ahmed dan petani lainnya mencoba mengurangi kerugian mereka dengan mengolah sisa hasil panen menjadi produk seperti keripik kentang.

Ludiro Madu, dosen veteran hubungan internasional UNP di Universitas Yogyakarta, meyakini ada missing link dalam asumsi penurunan penjualan produk akan berdampak pada berakhirnya kampanye militer Israel terhadap Palestina.

“Gerakan ini tidak bisa memaksa Israel untuk segera menghentikan serangannya ke Gaza,” kata Lodero Maddow.

Ia menambahkan, pemerintah Indonesia tidak pernah secara resmi memboikot produk tertentu.

Artinya Indonesia lebih bersedia menentang keras tindakan militer Israel melalui jalur diplomasi melalui Kementerian Luar Negeri, ujarnya.

Ia mengatakan, jika gerakan ini terus dilakukan secara besar-besaran dan jangka panjang, maka dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia.​

“Misalnya, ada kampanye menentang produk-produk terkait Israel pada merek restoran cepat saji tertentu atau pada beberapa produk barang konsumsi cepat saji (FMCG). Lalu apakah unit bisnis tersebut akan terpaksa menutup dan memberhentikan karyawannya? Petani, penggembala , Nelayan, jelasnya, akan menderita.

Ia menilai diperlukan pemahaman komprehensif mengenai situasi di Palestina. Hal ini untuk mencegah dampak pengalaman Ahmed menyebar ke daerah lain.

“Ini adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh banyak orang yang bersuara. Harus ada informasi yang jelas dan komprehensif tentang konflik Israel-Palestina,” tutupnya.

(fmi)