JAKARTA – Wakil Ketua Komite II DPR RI DEDE YUSUF mengakui operasi mafia tanah memiskinkan. Ia pun mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus yang mempekerjakan aparat penegak hukum untuk memberantas mafia tanah.
Dalam keterangannya, Sabtu, Deda Yusuf mengatakan, “Saya kira perlu dibentuk satuan tugas khusus yang serius untuk memberikan sanksi tegas terhadap mafia tanah. Satuan tugas ini akan menjadi garda terdepan dalam membongkar praktik mereka.” /11/2024).
Satgas Penegakan Hukum Mafia Real Estate dinilai penting untuk memudahkan koordinasi antara pemerintah dan aparat penegak hukum. Dede berharap kelompok khusus ini menjadi terobosan dalam memberantas mafia tanah karena ancaman hukuman bagi pelakunya cukup berat.
“Kunci dalam menangani masalah mafia tanah adalah kerjasama. Oleh karena itu, harus ada koordinasi dengan aparat penegak hukum yang berwenang dalam hal ini dan harus ada komitmen bersama, tidak bisa sendirian,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Pertanian dan Tata Ruang/Ketua Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusun Wahid berencana mendakwa mafia tanah dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). mafia tanah dianggap penting karena pengaruhnya yang besar.
Untuk mengawali fase ini, pemerintah akan intensif berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum Indonesia, seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dede menyambut baik rencana tersebut karena menurutnya mafia properti kerap muncul karena minimnya efek jera penegakan hukum terhadap pelakunya.
Dede mengatakan, “Mungkin akan dilakukan upaya dalam penyerangan TPPU, bisa dilemahkan. Kami melihat ide ini bagus, prinsipnya kami dukung.”
Anggota DPRD asal Jawa Barat II itu melanjutkan, “Tinggal koordinasi saja dengan penegak hukum karena pada akhirnya menteri tidak bisa menegakkan hukum, paling-paling bisa membatalkan izin.”
Dari laporan kantor ATR/BPN II DPR. Laporan di hadapan Komisi menyatakan bahwa jaringan mafia bawah tanah ini beroperasi secara terstruktur dan sistematis, oleh karena itu hukum harus ditegakkan secara tegas. Ada berbagai faktor yang dianggap menjadi penyebab pemberantasan mafia bawah tanah selama ini sulit dilakukan.
“Faktornya tidak terukur dengan baik, tidak terdata dengan baik, tidak terkontrol dengan baik, atau mungkin ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Selama ini kekurangan hukum masih banyak terjadi, bisa maksimal 5 tahun penjara atau ancaman pidana. baiklah,” kata Dede.
“Sebenarnya, menurut Sarno, mafia tanah ini punya serikat mafia tanah. Ada organisasi kaya. Ini yang membuat mereka layak dimiskinkan.”
Lebih lanjut, Dede mengatakan mafia tanah telah menjadi masalah yang mendalam dan menghambat stabilitas pertanian di Indonesia. Menurutnya, praktik mafia tanah tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara, namun seringkali berdampak pada masyarakat luas yang kehilangan hak atas tanah.
Sementara masyarakat yang dirugikan sudah banyak, sehingga kemarin Pak Menteri (ATR) menyampaikan bahwa tindak pidana yang dilakukannya adalah pencucian uang atau TPPU, kata Dede.
Dede mengatakan, dengan menggunakan jebakan hukum TPPU berarti harus ada laporan aliran uang tindak pidana dan laporan keuangan dari PPATK. Karena ada berbagai jenis mafia tanah; Termasuk di dalamnya adalah tindakan yang merugikan negara melalui penguasaan tanah secara tidak sah oleh kelompok tertentu.
Pemilik tanah sering kali tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) namun mendirikan usaha di atas tanahnya. Modus operandi mereka seringkali melibatkan pemalsuan, penggelapan, dan pendudukan ilegal. Dede mengatakan, hal ini menimbulkan kerugian besar bagi negara.
“Pajak tidak dibayar, tidak punya HGU, tapi produksi tetap berjalan. Banyak ladang dan tanah yang bisa jadi milik negara dan rakyat,” kata mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini.
Berdasarkan data Satgas Anti Mafia Tanah, kasus terbanyak adalah pemalsuan dokumen (66,7%), penggelapan (19,1%) dan okupasi ilegal (11%).
Dede mengatakan, persoalan pertanahan ini berkaitan dengan persoalan kedaulatan negara, dimana suatu negara ada karena memiliki tanah, masyarakat, dan pendapatan sumber daya. Artinya, jika tanah hanya dikuasai segelintir orang maka tidak akan sejahtera banyak orang.
“Sebagai sebuah negara rasanya tidak adil jika kehidupan bernegara dan bernegara hanya ditentukan oleh segelintir orang yang menguasai jutaan hektar tanah,” kata Dede.
Ketua DPR yang membidangi urusan pemerintahan internal dan sertifikasi tanah dan mesin ini yakin, di bawah pemerintahan Presiden Prabo Subianto, Indonesia bisa lebih tegas dalam upaya penegakan hukum, termasuk melawan mafia tanah. Lebih lanjut, Dede mengatakan Parvo sudah berkali-kali menyinggung persoalan ini.
Saya melihat Pak Prabo adalah orang yang sangat mementingkan nasionalisme. Bagaimanapun, sebagai seorang prajurit, NKRI ada harga mati, ujarnya.
“Tentu saja dia punya konsep bahwa peredaran uang selama ini hanya disalurkan kepada sepuluh persen masyarakat teratas. Jadi agak miris kalau masih banyak yang pendapatannya di bawah UMR, artinya prinsipnya: keadilan belum dilayani.” Lanjut Deda.
Diperkirakan Presiden Pervo akan memperjuangkan 90 persen masyarakat lainnya yang terdiri dari kelas menengah dan bawah yang memiliki sedikit uang. Dede mengatakan, Prabobu mempunyai visi dan misi untuk memerintah Indonesia dengan prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kita sekarang berbicara tentang keadilan di bidang perekonomian, maksudnya penguasaan terhadap aset-aset tersebut, bukan penguasaan terhadap pertambangan, perkebunan kelapa sawit, tetapi pada dasarnya adalah aset-aset negara yang dikuasai oleh perusahaan swasta atau badan usaha milik negara, namun tidak memberikan manfaat bagi negara. mayoritas masyarakat Indonesia,” jelasnya.
“Dulu prinsipnya adalah investasi, investasi masuk sebanyak-banyaknya dan tercipta lapangan kerja. Tapi kenyataannya di Indonesia pajak tidak dibayar, dananya ke luar negeri, tapi ilegal, banyak yang ilegal,” Dede ditambahkan.
DEDE optimis Prabo akan terus berjuang memastikan keadilan dapat tercipta bagi seluruh rakyat Indonesia melalui program-program di pemerintahannya.
Dede mengatakan, “Oleh karena itu, para menteri sudah diinstruksikan untuk menerapkan cara-cara seperti itu. Kalau Pak Menteri ATR menyampaikan bahwa cara ini merupakan instruksi kepada Presiden, pasti berhasil.”
(val)