JAKARTA – PDIP menyebut ada kejanggalan dalam perkaranya yang tidak diterima PTUN terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Salah satunya saat proses pengadilan atas putusan pelepasan.

Ketua Kelompok Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Gayus Lumbuun mengatakan kasus pemecatan ini layak dilanjutkan. Namun dalam putusan perkara tersebut, PTUN tidak mempunyai kewenangan mengadili perkara tersebut.

Saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2024), Gayus mengatakan, “Saya akan memulai keputusan ini sebelum kasusnya sampai ke PTUN, kita sudah melalui proses yang namanya pembatalan.”

“Adapun perkara yang tidak pernah diperiksa oleh hakim, tidak diperhitungkan hanya karena kewenangannya bukan pada PTUN Jakarta, padahal sudah ada proses pembatalan oleh Ketua yang dipimpin oleh Ketua PTUN, katanya sudah memberi izin. untuk melanjutkan kasus ini.

Ia kemudian menanyakan status hakim yang mengadili kasus ini. Dia menegaskan pihaknya hanya mengapresiasi putusan, bukan sikap hakim.

Mantan hakim Mahkamah Agung itu mengakhiri pidatonya: “Makanya hakimlah yang memutus. Kita hormati keputusannya. Tapi kita harus tanya hakim yang memutus. Karena ada hal yang sangat janggal.”

PTUN Jakarta sebelumnya memutuskan tidak menerima perkara PDIP terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden 2024 pada Kamis (24/10/2024) siang tadi. Alasannya, materi pembahasan usulan PDIP bukan kewenangan PTUN.

Juru Bicara PTUN Jakarta Irvan Mawardi membacakan hasil putusan melalui email dan mengatakan: “Berdasarkan fakta hukum di atas, pengadilan menilai ciri-ciri permasalahan atau perselisihan tersebut termasuk dalam ruang lingkup proses pemilu.” Pengadilan PTUN Jakarta, Kamis (24/10/2024).

Menurut dia, penyelesaian sengketa pemilu khusus pada Pasal 470 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan Pasal 2 Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilu. proses di PTUN.

“Oleh karena itu, perselisihan ini tidak dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau perbuatan yang melanggar hukum menurut ketentuan ayat 1, ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, dan sekaligus perselisihan mengenai hak-haknya. Hasil tidak termasuk perselisihan hasil pemilu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2019 Tahun 1986,” ujarnya.

Irvan mengatakan, berdasarkan hasil putusan panel yang dikeluarkan melalui e-court, panel pengadilan tidak menerima perkara PDIP. Alasannya, konflik-konflik semacam ini terjadi pada proses pemilu karena konflik-konflik dalam proses pemilu mempunyai tempatnya masing-masing, yaitu pada saat pemilu diselenggarakan.

“Putusan tidak menerima itu berarti syarat formilnya belum dipenuhi. Formalitasnya ada 3, soal batas waktu pengadilan, soal batas waktu, soal kepentingan. PDIP Akce bukan kewenangan PTUN, karena penyidikannya dalam konteks sengketa pemilu, ujarnya.

Ia pun mengatakan, keputusan ini masih tahap pertama, sehingga jika kubu PDIP tidak menerima hasil keputusan tersebut, maka bisa mengajukan banding. “Jika ada pihak yang tidak puas dengan keputusan juri, tindakan hukum lebih lanjut masih bisa dilakukan,” jelasnya.

(fmi)