IDONESIA berpartisipasi dalam diskusi fortifikasi pangan skala besar di negara-negara selatan. Indonesia telah memberlakukan fortifikasi wajib pada garam, tepung terigu, dan minyak goreng.
Pemerintah Indonesia menerapkan program fortifikasi pangan sebagai intervensi prioritas untuk mengatasi kekurangan vitamin dan mineral di masyarakat. Selama 20 tahun terakhir, kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.
Namun, kekurangan zat gizi mikro masih menjadi masalah yang berkelanjutan. Saat ini data status mikronutrien di Indonesia masih sangat terbatas. Pada tahun 1990an, Indonesia mencatat rekor kekurangan yodium yang tinggi sepanjang masa. Hingga saat ini kasus anemia khususnya pada ibu hamil masih menjadi masalah yang serius.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Dr. Niken Vastu Palupi, MKM, mengatakan kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab kematian anak balita terbesar kedua di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kmenkes) berupaya mengatasinya dengan melakukan reformasi kesehatan pada pilar layanan primer.
“Fasilitas, infrastruktur, keterjangkauan pengobatan dan peralatan medis serta layanan dasar dan rujukan perlu ditingkatkan. Deteksi dini dan pengurangan kematian ibu termasuk dalam strategi nasional kita,” ujarnya di Hotel JW Marriot, Jakarta, pada Senin .Dia mengatakan 15 Oktober 2024 antara negara-negara selatan dalam diskusi tentang pembelajaran dan kerjasama tentang fortifikasi pangan dalam skala besar.
Dr Nikken juga mengajak semua pihak untuk mempertimbangkan strategi lain, yaitu kerja sama antar negara dan mengadopsi praktik terbaik dari pengalaman masing-masing negara. Mitu Kapur, direktur nutrisi untuk Bill and Melinda Gates Foundation, mengatakan bahwa negara-negara di belahan bumi selatan memiliki peraturan mengenai fortifikasi pangan.
Namun, menurutnya, masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap pangan berkualitas. Keberhasilan fortifikasi pangan bergantung pada implementasi kebijakan dan keterlibatan pemangku kepentingan serta penentuan prioritas melalui pendanaan untuk peningkatan kapasitas.
Dalam diskusi ini, setiap negara dapat berbagi pengalaman uniknya, karena setiap proyek berbeda-beda. Pertukaran dan kerja sama antara regulator dan operator merupakan hal yang penting, terutama di negara-negara berkembang.
“Negara-negara di Selatan mempunyai tantangan malnutrisi serupa, termasuk defisiensi mikronutrien dan kelebihan mikronutrien,” kata Kapur.
Sebagai contoh praktik yang baik, Program Inovasi dan Penguatan Nasional di Nigeria memungkinkan kita mempelajari bagaimana sektor publik dan swasta dapat bekerja sama secara lebih bermakna. Bantuan di Pakistan, khususnya dalam mengatasi masalah kesehatan perempuan dan usia reproduksi serta program imunisasi yang efektif, juga merupakan contoh yang patut ditiru.
Perwakilan dan pakar teknis dari seluruh negara yang hadir pada diskusi ini menyatakan komitmennya terhadap kolaborasi. Mereka berusaha keras untuk menemukan solusi ilmiah yang inovatif dan berbasis bukti untuk mengatasi masalah-masalah besar yang dihadapi dunia saat ini.
(telah mengambil)