JAKARTA – Jaksa Agung tidak boleh terafiliasi dengan partai politik. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 6/PUU-XXII/2024 yang mengatur tentang kondisi kedudukan Jaksa Agung dan dampaknya terhadap independensi penuntutan dalam sistem peradilan pidana.
“Kalaupun diangkat oleh presiden negara, sebaiknya jabatan Menteri Kehakiman diisi tanpa pendukung partai, agar profesional dan mencegah politisasi kasus,” kata Direktur Eksekutif Pusat Analisis Anggaran. (CBA). ) Uchok Sky Gaddafi , Selasa (15/10/2024).
Putusan tersebut memberikan gambaran mengenai kriteria seseorang dapat menjalankan fungsi jaksa. Yakni, sosok yang tidak memiliki kepentingan politik, misalnya, ia tidak pernah menjadi fungsionaris partai dalam lima tahun terakhir.
Selain itu, jaksa penuntut umum juga tidak boleh berhubungan dengan pengurus partai politik. Tujuannya, kata dia, untuk menjamin independensi jaksa penuntut umum dalam menjalankan tugasnya, khususnya di bidang penegakan hukum.
Kriteria ini akan menghilangkan potensi konflik kepentingan akibat afiliasi politik. Dengan demikian, kejaksaan bisa bersikap lebih netral jika dipimpin oleh jaksa penuntut negara yang tidak terikat pada partai politik.
Larangan ini dimaksudkan untuk mencegah partai politik mengangkat personelnya pada posisi Menteri Kehakiman, sehingga memastikan pemilihan Menteri Kehakiman didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan kepentingan politik.
Secara politis, MK mempunyai keputusan no. 6/PUU-XXII/2024 dapat meminimalisir campur tangan partisan terhadap sistem hukum, khususnya dalam urusan yang melibatkan tokoh politik. Pada saat yang sama, hal ini memperkuat prinsip bahwa penegakan hukum harus bebas dari pengaruh politik, sehingga menciptakan iklim politik yang lebih sehat dan kompetitif.
Di sisi lain, partai politik cenderung merasa terbatas dalam mengontrol proses hukum yang melibatkan kadernya. Namun kondisi ini justru menciptakan standar tata kelola yang lebih bersih dan transparan.
Sebab, jaksa yang netral akan lebih efektif dalam memberantas korupsi dan memastikan proses peradilan bebas dari campur tangan politik. Namun pengawasan terhadap penerapan aturan ini juga harus ketat untuk memastikan calon jaksa penuntut umum tidak memiliki koneksi politik.
Selain itu, kriteria Jaksa Agung yang independen akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan yang berani, terbuka, jujur, dan adil, mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik, dan meningkatkan tata kelola pemerintahan. Implementasi yang konsisten akan menjadi kunci keberhasilan keputusan ini.
(fk)