Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan beban penyakit yang cukup besar. Menurut Kementerian Kesehatan pada tahun 2024, hingga minggu ke-45, jumlah kumulatif kasus DBD di Indonesia sebanyak 217.019 kasus.

Angka kejadian (IR) sekitar 77,55/100.000 penduduk, terjadi 1.255 kematian, dan angka kematian kasus (CFR) 0,58%. Kasus demam berdarah dilaporkan terjadi di 482 kabupaten dan kota di 36 provinsi. Sementara kematian akibat demam berdarah terjadi di 259 kabupaten dan kota di 32 provinsi.

CM Ina Agustina Isturini, Direktur Departemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, mengatakan pihaknya terus bekerja keras untuk mengatasi kasus demam berdarah di Indonesia.

Namun, ia mengakui bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, menghadapi sejumlah tantangan dalam merespons penyakit DBD, di antaranya rendahnya kesadaran masyarakat terhadap tanda dan gejala awal DBD, sehingga seringkali menyebabkan pasien terlambat mengakses layanan publik.

“Pemanfaatan 3M Plus untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan kegiatan pencegahan penyebaran DBD lainnya di masyarakat belum menjadi kebiasaan. “Banyak orang mengira PSN 3M Plus hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan.” Ina Agustina menyampaikan hal tersebut pada peluncuran kampanye Sinergi Aksi Korporasi Melawan Demam Berdarah Dengue (SIAP).

Ina menjelaskan, dalam penanggulangan demam berdarah, pemerintah Indonesia mendukung komitmen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan telah menetapkan tujuan “nol kematian akibat demam berdarah pada tahun 2030.” Pemerintah telah menerapkan enam strategi pengendalian DBD, yaitu:

1. Memperkuat pengendalian vektor yang efektif, aman dan berkelanjutan. 2. Meningkatkan akses dan kualitas pengendalian demam berdarah. 3. Memperkuat surveilans demam berdarah yang komprehensif dan manajemen darurat epidemi. 4. Meningkatkan partisipasi masyarakat secara berkelanjutan. 5. Memperkuat komitmen pemerintah, kebijakan pengelolaan program dan kemitraan. 6. Mengembangkan penelitian, intervensi, inovasi dan penelitian sebagai landasan pengelolaan kebijakan dan program berbasis bukti.

Selain itu, Ina menambahkan, Kementerian Kesehatan juga telah menerapkan beberapa langkah inovatif untuk menurunkan demam berdarah dan mencapai “zero kematian akibat demam berdarah pada tahun 2030”, beberapa di antaranya adalah:

1. 1 Home 1 Movement Jumantic (G1R1J) Luangkan 10 menit setiap hari Minggu pukul 10 pagi selama minimal 10 minggu untuk 3M Plus dan aktivitas lain untuk mencegah penyebaran infeksi demam berdarah. 2. Saat ini terdapat dua vaksin demam berdarah yang telah mendapat izin edar dari Badan POM Indonesia dan saat ini tersedia sebagai program vaksinasi opsional atau berbayar melalui kerja sama dengan lembaga profesional di Indonesia. 3. Kelompok Penasihat Teknis Imunisasi Indonesia (ITAGI) saat ini sedang mengembangkan penelitian dan rekomendasi untuk digunakan dalam program pengendalian demam berdarah nasional yang luas. 4. Inovasi penggunaan teknologi nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia sebagai vektornya terbukti efektif mencegah penyakit demam berdarah di Yogyakarta dan negara lain seperti Brazil, Australia dan Vietnam.

Wolbachia saat ini sedang diuji di lima kota dan selanjutnya akan diluncurkan secara nasional yaitu Jakarta Barat, Bandung, Tangerang, Bangtang, dan Kupang.

Ina menyimpulkan: “Kami berharap kampanye ini dapat mengedukasi masyarakat dan mengawali kolaborasi komprehensif di antara seluruh pengambil kebijakan, ilmuwan, organisasi profesi, mitra pembangunan, dan masyarakat untuk bekerja sama memerangi demam berdarah di Indonesia.”

(kamp)