JAKARTA – Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menilai kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan Menteri Kehakiman ST Burhanuddin sangat baik. PBHI menilai kejaksaan bisa menjadi oase penegakan hukum dalam kasus korupsi.
Ketua PBHI Julius Ibrani memuji Menteri Kehakiman atas peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyerang dalam pemberantasan korupsi. Julius yakin Kejaksaan bisa mempercepat pemberantasan korupsi.
“Aktivitas Kejaksaan menjadi oase di tengah pemberantasan korupsi yang semakin meningkat. Apa yang selama ini menjadi andalan KPK kini hancur total pasca reformasi UU KPK dan UU KPK. Kuda Troya Pimpinan dan atasan Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Julius dalam keterangannya, Senin (14/10/2024).
Julius menilai keberanian Menteri Kehakiman patut diacungi jempol. Jaksa Agung di bawah ST Burhanuddin menangani kasus-kasus besar.
“Kenapa oase? Karena Kejagung menangani kasus-kasus korupsi besar, sistemik, dan struktural yang dulu sering ditangani di KPK. Jadi ini ciri terpenting Kejagung di bawah Jaksa Agung ST Burhanuddin saat ini,” kata Julius.
Julius juga menilai Kejaksaan mempunyai persoalan mendasar dalam pemberantasan korupsi, seperti pengembalian aset yang sebelumnya disokong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kemudian politik itu sendiri yang menjadi sumber korupsi.
Lalu ada perbaikan secara sistemik, khususnya korupsi BUMN yang dikendalikan dan diawasi oleh Wakil Dewan Negara, kata Julius.
Oleh karena itu, kata Julius, permasalahan yang bersifat sistemik perlu dikaji. Sebab hal inilah yang diharapkan dari aparat penegak hukum (APH).
“Ini soal mekanisme pemicunya, bukan sekedar penangkapan, kriminalisasi, tapi melihat inti permasalahannya lalu munculkan usulan perbaikan. Itu hasil yang cukup positif dari Kejaksaan Agung,” tutupnya.
Sejumlah kasus penting telah ditangani Kejagung dalam beberapa tahun terakhir. Mereka berusaha tidak hanya menghukum pelaku kejahatan, tapi juga memulihkan kerugian negara. Kasus-kasus ini meliputi:
1. Kasus PT Timah Tbk: Kerugian negara Rp300 triliun dan pembiayaan mencapai Rp22,78 triliun pada periode 2012-2019 4. Kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO): Kerugian negara akibat izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) (sawit oil) /CPO) sehingga menyebabkan kelangkaan minyak nabati yang meningkat menjadi Rp 18,3 triliun. 5. Kasus Asuransi Jiwasraya: Kerugian pemerintah akibat korupsi perusahaan ini berjumlah sekitar Rp 16,81 triliun. 6. Kasus PT Garuda Indonesia: Kerugian negara diperkirakan Rp 8,8 triliun terkait perolehan pesawat yang tidak sesuai prosedur. 7. Kasus BTS BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika: Kerugian negara dengan proyek ini sebesar Rp 8,03 triliun.
(dinding)