Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam upaya pemberantasan malaria. Hingga Juni 2024, sekitar 77% (398 dari 514) kabupaten/kota telah mencapai sertifikat eliminasi malaria, sementara 23% masih berada pada jalur pencapaian target. Namun, Indonesia masih mencatat 400.000 kasus malaria setiap tahunnya.

Pemerintah tetap berkomitmen untuk mencapai status bebas malaria pada tahun 2030, yang dituangkan dalam Prioritas Pembangunan Nasional 2020-2024, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 22 Tahun 2022 tentang Upaya Pemberantasan Malaria.

Guna memperkuat komitmen tersebut, Kementerian Kesehatan (KEM) Jakarta meluncurkan Peta Jalan Eliminasi dan Pencegahan Infeksi Malaria periode 2025-2045 pada Kamis, 10 Oktober 2024. 

Menteri Kesehatan Badi Ganadi Sadiqin dalam sambutannya menyampaikan bahwa dahulu dunia sedang menghadapi perang dengan senjata, namun kini dunia sedang memerangi berbagai penyakit menular yang disebabkan oleh kuman seperti bakteri, virus, dan parasit penyebab penyakit berbahaya

Salah satunya adalah malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit ini sangat berbahaya dan berakibat fatal. Berdasarkan data WHO, malaria merupakan penyakit paling mematikan ketiga di dunia, dengan 2-3 juta kasus baru per tahun. 

Di Indonesia, kasus malaria tercatat sebanyak 1,2 juta orang, dengan angka kematian sekitar 100 ribu per tahun. Dengan dimulainya peta jalan ini diharapkan dapat menggalang dukungan dan komitmen berbagai pihak, khususnya para pemimpin negara berkembang, untuk menyuarakan pentingnya mengakhiri malaria. Inilah sebabnya mengapa angka kematian akibat malaria lebih tinggi dibandingkan kebanyakan perang.

“Penyakit menular ini terkadang terabaikan, terutama di negara berkembang. Inilah yang menyebabkan penyakit ini bertahan lama di dunia dan membunuh jutaan orang,” ujarnya.

Peta jalan ini disusun melalui konsultasi dengan para ahli dan profesional dari berbagai program kesehatan, kementerian atau lembaga, serta organisasi sektor publik dan swasta. Tujuan utamanya adalah mewujudkan pemberantasan malaria secara nasional. Peta jalan ini juga memuat impian mewujudkan Indonesia bebas malaria.

Pemerintah menargetkan seluruh kabupaten/kota bebas penularan malaria lokal pada tahun 2030, dan kabupaten/kota yang tereliminasi dapat mempertahankan status tersebut. Jangka waktu pencapaian tujuan Indonesia bebas malaria adalah tahun 2025 hingga 2045. Pada periode 2025-2030, fokusnya adalah pada percepatan penyebaran penyakit dan pencapaian eliminasi malaria.

Periode berikutnya, 2031-2035, adalah menyelaraskan sistem kesehatan dengan pendekatan satu kesehatan yang komprehensif dan menjaga eliminasi malaria. Pada tahun 2036-2040, kemitraan One Health akan diperkuat untuk mencegah kembalinya penyakit malaria. Pada tahun 2041-2045, tujuannya adalah mewujudkan Indonesia bebas malaria.

Lebih lanjut Menteri Kesehatan Budi mengatakan, selain mencanangkan peta jalan eliminasi tersebut, pemerintah juga telah melakukan berbagai inisiatif untuk memerangi penyakit malaria di Tanah Air. Upaya tersebut antara lain penguatan surveilans, distribusi alat rapid test dan mikroskop di seluruh puskesmas. Petugas kesehatan juga dilatih untuk memeriksa hasil tes.

Kemudian pada tahap lebih lanjut, pemerintah telah mendirikan laboratorium PCR di 514 kabupaten/kota.

“Jadi, kita punya kemampuan untuk mendeteksi. Ini penting karena kalau (malaria) tidak terdeteksi, orang-orang itu bisa menulari orang lain,” kata Menkes. 

Penasihat Khusus Pemimpin Aliansi Malaria Asia Pasifik (APLMA) Prof. Susilo Bambang Yudhoyono menyambut baik peluncuran Peta Jalan Pemberantasan Malaria. Menurut dia, waktu dan target yang ditetapkan sangat realistis.

“Saya sudah membaca ringkasan roadmap ini, indah sekali, inisiatif yang bagus. Saya yakin Indonesia bisa menjadi model di kawasan Asia-Pasifik dalam upaya eliminasi malaria,” ujarnya. 

Selain itu, Indonesia mempunyai pengalaman yang baik dalam menghadapi berbagai krisis, krisis kesehatan, dan krisis ekonomi.

“Ingat, kita sudah berhasil memerangi flu burung. Saat itu kita hanya mengalami tsunami, lalu krisis ekonomi global, namun pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik. Artinya sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, ujarnya. 

Presiden ke-6 RI ini juga menyampaikan bahwa hampir 50% target yang ditetapkan dalam peta jalan ini telah tercapai. Namun perencanaan saja tidak cukup karena diperlukan tindakan nyata di lapangan, terutama di daerah endemis malaria seperti Papua, NTT, Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur.

“Kalau semuanya mengambil langkah bersama-sama, tidak hanya Kementerian Kesehatan, tapi terutama para pemimpin, gubernur, bupati, wali kota, menteri, dan presiden, semuanya bertanggung jawab dan melakukan sesuatu yang konkrit,” ujarnya. 

(Leo)