Pada Jumat, 18 Oktober 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi meluncurkan proses bisnis Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA) Standar Satu Pintu Satu Pintu di Aula Siwabessy Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta.

Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menjelaskan Health Technology Assessment (HTA) merupakan pendekatan ilmiah yang membantu Kementerian Kesehatan dalam mengambil keputusan mengenai introduksi teknologi pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). HTA merupakan salah satu langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap obat-obatan dan teknologi kesehatan yang aman, efektif dan efisien.

“Untuk menjamin masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap produk kesehatan yang berkualitas dengan harga terjangkau dan dibayar melalui JKN, kami mendirikan HTA. “HTA telah menjadi bagian integral dari transformasi layanan kesehatan, di mana setiap rekomendasi teknologi kesehatan didasarkan pada bukti-bukti kuat untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat,” kata Menteri Kesehatan Budi.

Melalui HTA, kami berharap pengambilan keputusan mengenai teknologi kesehatan, baik obat maupun alat kesehatan, dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran sehingga anggaran kesehatan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang lebih baik.

“Tidak hanya obat-obatan, tetapi juga prosedur klinis dan alat kesehatan. Kita perlu melakukannya lebih cepat, jadi tolong ubah prosedurnya dan ambil contoh dari negara lain yang sudah berhasil menerapkannya, seperti Singapura. “Obat, prosedur, dan peralatan kesehatan yang datang harus berkualitas terbaik, terjangkau, dan relatif cepat,” tambah Menteri Kesehatan Budi.

Proses bisnis OTZ satu kali ini merupakan penyempurnaan dari OTZ sebelumnya dengan melibatkan best practice dari negara lain. Di negara-negara seperti Inggris, Australia dan Singapura, HTA menjadi dasar pengambilan keputusan mengenai penyertaan teknologi medis dalam paket manfaat asuransi kesehatan. Hal ini memastikan bahwa teknologi yang digunakan tidak hanya aman dan efektif, namun juga memberikan nilai tambah dan memberikan efektivitas biaya (value for money) dalam sistem layanan kesehatan.

Direktur Jenderal Kesehatan Kefarmasian L. Rizka Andalucía menjelaskan, proses bisnis HTA One Door One Standard memadukan proses seleksi obat dan teknologi kedokteran dengan mekanisme HTA, sehingga diharapkan tercipta sistem yang lebih efektif, efisien, akuntabel, dan komprehensif. Tujuannya adalah untuk mendorong kerja sama yang erat antara Kementerian Kesehatan dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan inovasi di bidang pelayanan kesehatan dan mempercepat akses masyarakat terhadap obat-obatan dan teknologi medis yang berkualitas dan terjangkau.

“Kami berharap teknologi atau metode yang andal, transparan, dan relevan digunakan dalam pemilihan teknologi layanan kesehatan. “Masukan dari semua pihak sangat berharga bagi kita semua untuk memastikan bahwa keputusan didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” kata Rizka.

Ahmad Irsan A. Moeis, Ketua Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK), mengatakan peluncuran ini akan memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk beradaptasi dengan perubahan proses bisnis HTA, serta mendukung implementasi yang lebih baik. HTA di Indonesia.

“Reformasi proses bisnis HTA untuk memenuhi tantangan saat ini. Proses bisnis sebelumnya bukan berarti salah, tapi sudah tidak tepat lagi. Saat kami merespons, kami tidak melakukannya sendiri. Kami berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan. “Dengan menerapkan reformasi ini secara formal, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem layanan kesehatan yang lebih berkelanjutan, efisien, dan fokus sejalan dengan visi nasional transformasi layanan kesehatan,” kata Irsan.

Proses bisnis One Door One Standard HTA menghadirkan beragam inovasi, seperti terciptanya platform asesmen teknologi kesehatan terintegrasi yang memungkinkan pengajuan topik proposal melalui satu pintu, pengajuan topik proposal melalui mekanisme pengajuan pemangku kepentingan (SLS), , pengembangan metode adaptif penilaian (HTA adaptif) dan penetapan harga berbasis nilai, yang menjamin perolehan teknologi medis dengan harga hemat dan mendukung keberlanjutan JKN.

Ketua Panitia HTA yang baru, Prof. Aulia A. Suvantyka menjelaskan, tugas komite K3 terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, yang akan dilaksanakan tahun ini, mencakup persiapan peraturan dan infrastruktur, implementasi awal platform, dan uji coba yang dipimpin oleh pemangku kepentingan (SLS). 

Fase kedua, yang akan dilaksanakan pada tahun 2025, mencakup implementasi penuh satu platform dan satu standar, pengembangan template akuntansi biaya, utilitas database, dan perluasan agen HTA. Pada saat yang sama, tahap ketiga, yang akan dilaksanakan pada tahun 2026, memberikan perbaikan berkelanjutan terhadap proses bisnis yang terpadu dan terstandarisasi.

“Tugas komisi ini kelihatannya cukup sulit. Namun saya yakin dengan bantuan aktif dan kerja sama semua pihak, tugas yang agak sulit ini bisa dilaksanakan bersama-sama, ujarnya.

(Singa)