JAKARTA – Perang di Gaza antara Israel dan Hamas merupakan puncak dari perang yang sudah berlangsung lebih dari satu abad. Serangan Israel ke Gaza terus berlanjut, menewaskan 42 ribu warga Palestina dan menghancurkan rumah mereka. 

Menurut BBC, serangan besar Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil. Israel membalasnya dengan serangan besar-besaran di Gaza. Serangan tersebut menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan banyak wilayah di wilayah tersebut. Konflik ini masih berlangsung.

Berdasarkan pemberitaan CNN yang dimuat Kamis (24/10/2024), perang di Gaza juga memberikan dampak psikologis bagi tentara Israel, seperti yang dialami Eliran Mizrahi yang memiliki empat orang anak. Mizrahi, yang bekerja di sebuah perusahaan konstruksi sebelum menjadi perwira militer, berangkat ke Gaza pada 8 Oktober 2023, setelah serangan Hamas. 

Setelah 6 bulan bekerja, Mizrahi kembali dengan luka fisik dan menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD). Meski sudah dirawat, kondisinya tidak kunjung membaik. Dua hari sebelum kembali ke Gaza, dia bunuh diri.

“Dia keluar dari Gaza, tapi Gaza tidak bisa keluar darinya. Dia meninggal karena kesakitan setelah perang,” kata ibunya, Jenny Mizrahi, menjelaskan dampak psikologis yang mendalam dari tentara Israel.

Saat berada di Gaza, Mizrahi menggunakan buldoser bersenjata dan menyaksikan banyak kekejaman, termasuk hampir mati. Kakak laki-lakinya Shir berkata: 

“Dia selalu berkata, tidak akan ada seorang pun yang mengerti apa yang saya lihat,” kata Shir, kakak laki-laki Mizrahi.

Hal ini menunjukkan sulitnya berbagi pengalaman perang dengan orang yang belum mengalaminya.

“Kami melihat sesuatu yang mengerikan,” kata Guy Zaken, teman Mizrahi. 

Zaken mengaku tak bisa makan daging lagi karena rindu dengan mayat di alam liar. Selain kekerasan yang tak terbayangkan, banyak tentara Israel yang kembali dari Gaza karena terkejut. 

Setahun setelah perang Israel dengan Gaza dimulai, lebih dari 42.000 orang tewas, menurut kementerian kesehatan Gaza. PBB mengatakan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Ketika perang meluas di Lebanon, beberapa tentara Israel mengatakan mereka khawatir akan diikutsertakan dalam perang lain.

Tentara Medis (IDF) Israel mengaku sangat takut harus kembali bekerja di Lebanon. Tentara tersebut juga menyatakan ketidakpastiannya mengenai keputusan pemerintah Israel untuk melanjutkan perang.

Tentara Israel mengatakan telah memberikan perawatan kepada ribuan tentara yang menderita PTSD atau penyakit mental akibat trauma perang. Namun, jumlah pasti tentara yang bunuh diri tidak diketahui karena Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak mempublikasikan data resmi mengenai masalah tersebut.

Banyak tentara menghadapi dilema moral ketika berhadapan dengan warga Palestina. Pada awalnya, sebagian besar tentara percaya bahwa warga Gaza mendukung Hamas. Namun pandangan tersebut berubah ketika mereka melihat sendiri kondisi warga. Namun, mereka merasa terjebak antara tugas militer dan kemanusiaan.

Penderitaan yang dialami tentara Israel tidak hanya berdampak pada kehidupan mereka, namun juga berdampak pada seluruh masyarakat Israel. Masih ada stigma seputar PTSD, meski saat ini semakin sering dibicarakan. Data dari Kementerian Pertahanan Israel menunjukkan bahwa lebih dari 1.000 tentara yang terluka dibawa keluar dari pertempuran untuk mendapatkan perawatan, sekitar 35% tentara melaporkan masalah kesehatan, dan 27% di antaranya menderita PTSD.

Tentara seperti Mizrahi dan Zaken menghadapi tekanan besar ketika mereka kembali ke kehidupan sipil. Mizrahi bahkan merasa seperti “darah tak kasat mata” sekembalinya dari Gaza, sebuah ungkapan yang menggambarkan penderitaan psikologis yang mendalam.

Mizrahi selalu berbicara dengan keluarganya sebelum dia mengakhiri hidupnya. 

“Mungkin aku membunuh seseorang dan aku tidak bisa menerimanya,” kata ibunya. 

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka dilatih untuk berperang, namun beban emosional dari apa yang mereka lakukan dalam pertempuran bisa sangat berat.

Ilmuwan politik dan mantan tentara Israel Ahron Bregman mengatakan perang di Gaza sangat berbeda karena berlangsung begitu lama dan sebagian besar korban jiwa terjadi di perkotaan. 

“Bagaimana Anda menelantarkan anak-anak Anda ketika Anda tahu Anda telah melihat anak-anak lain dibunuh di Gaza?” katanya, menjelaskan betapa sulitnya bagi tentara untuk kembali ke kehidupan normal setelah pengalaman perang yang mengerikan.  

(kesalahan)