JAKARTA – Mantan Wakil Kapolri Komjen (purnawirawan) Oegroseno mempertanyakan bukti berupa keterangan saksi Kejaksaan Negeri (Kejagung) saat pengangkatan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tomas Trikashih Lembong alias Tom Lembong. Menurutnya, jika Tom Lembong bersalah, ia bisa ditangkap begitu gula impor tiba di pelabuhan.

“Kalau gulanya datang, (bisa) ditangkap begitu sampai di pelabuhan.” Jangan tunggu bertahun-tahun baru dicek nanti,” kata Ogrošeno, Selasa (5/11/2024) saat dikonfirmasi wartawan.

Namun ternyata, Tom Lembong terlebih dahulu menjadi saksi dalam penyidikan dan kemudian menjadi tersangka. “Sekarang jadi model, misalnya kalau ada yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.” Mengapa Anda menjadikannya saksi terlebih dahulu dan kemudian menanyainya? Artinya, pengakuan itu memang diharapkan. Meskipun pengakuan tidak diatur dalam bagian ini. Pasal 184 KUHAP,” ujarnya

Sebab, kata dia, salah satu alat buktinya bukan keterangan tersangka, melainkan keterangan saksi. “Saksinya yang melihat, mendengar, merasakan. Tapi saksinya Pak Tom Lembong yang mana? Saksi yang menulis surat itu,” imbuhnya.

Diduga kuat, Tom Lembong nantinya akan diadili setelah seluruh saksi memberikan kesaksian dan berkas perkara sudah lengkap.

“Akan sangat aneh, misalnya, seorang tersangka harus memberikan informasi dan dokumentasi yang lengkap sebagai saksi,” kata Oegroseno.

Ia menilai, Kejaksaan Agung harus memiliki badan intelijen yang bisa mengambil tindakan jika gula impor ilegal masuk ke Indonesia atau ada indikasi korupsi. Sebab konstruksi hukum yang dibangun Kejagung adalah tidak adanya koordinasi antar instansi.

Terancam Jaksa menilai mencurigakan jika negara dirugikan jika membeli gula melalui impor. Karena pembeliannya tidak menggunakan APBN atau APBD.

“400 miliar itu uang rakyat, bukan uang negara. Dan pembuktian aliran uang itu juga patut dipertanyakan. Nah yang bilang harusnya ada 400 miliar. Siapa yang punya 400 miliar?” kata Oegroseno.

Purnawirawan jenderal bintang tiga itu juga mengatakan perkembangan politik menjadikan undang-undang sebagai alat yang sangat ampuh. Lawan politik dikriminalisasi agar tidak melakukan perlawanan. Di sisi lain, dia juga membenarkan pihak-pihak yang ingin mencari sosok untuk posisi perundingan posisi jaksa penuntut umum di pemerintahan baru ini. 

“Mungkin akan ada persaingan yang ketat, persaingan yang ketat untuk siapa yang akan menjadi jaksa agung. Salah satu caranya adalah dengan berpura-pura sukses. Ada kesuksesan, bukan, tapi itu bukan cara yang sehat. Itu tidak profesional,” katanya.

Ia mengatakan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidasus) Fabry Adriansiah dan JAM lainnya harus menjunjung tinggi nama baik Jaksa Agung sebagai pemimpin.

“Zampedzus, apa pun Jem, jaksa penuntut harus dianggap sebagai sebuah institusi.” Jangan anggap dia sebagai individu. Tidak sehat bersaing seperti itu. Wah, kita butuh suksesi Kapolri, suksesi Jaksa Agung, suksesi apa saja. Tidak baik mencari prestasi, jelas Oegroseno.

(aki)