JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan berharap penangkapan Gubernur Bengulu Rohidin Mersya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menjadikannya alat politik. Penangkapan terjadi menjelang pemilihan kepala daerah yang digelar pada 27 November. 

“Saya berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons sebagai aparat penegak hukum dan pada pemilu Airawan, Senin (25/11/2024). 

Meski sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) partainya, KPK menangkap Rohid hanya beberapa hari sebelum pemilihan Gubernur Bengulu. Rohideen dikenal sebagai calon gubernur Bengulu saat ini.

“Keikutsertaan Pak Rohid dalam pemilu tingkat daerah dan penetapan waktu penetapan tersangka menjelang pemilu 27 November 2024 diduga kuat merupakan upaya politisasi,” ujarnya.

Erawan mengatakan berbagai hipotesis diajukan karena penangkapan tersebut diduga membatasi gerak pasangan calon dan memperkuat persepsi bahwa calon tersebut korup. Hal ini kemudian merusak konsolidasi suara dan Rohidin akhirnya dikalahkan dalam pemilu lokal.

“Elektabilitas Pak Rohid tinggi dan unggul besar dengan rival-rivalnya di pilkada. Coba cek elektabilitasnya lewat berbagai jajak pendapat, jauh sekali. Memang berbagai upaya akan dilakukan untuk menghalangi kemenangan Pak Rohid atau menghalangi kemenangan Pak Rohid. pemilu. “Tingkat pemilih sudah terlampaui,” katanya.

Irawan mengenang pemahaman KPK dan jaksa bahwa tindakan hukum tidak boleh dilakukan terhadap calon presiden daerah kecuali dalam keadaan darurat yang ekstrem. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan untuk menindak pidana korupsi, namun penentuan waktu penangkapan tersebut akan menimbulkan persepsi negatif dan kericuhan di tengah proses pemilukada, ujarnya.

Rohid masih berhak meminta sidang pendahuluan. Sehingga masyarakat Bengulu bisa melanjutkan proses pilkada dengan damai.

“Saya menghimbau kepada penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) untuk terus menaati supremasi hukum untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur ​​dan adil,” tutupnya.

Seperti diketahui, Rohid ditangkap KPK pada Sabtu, 23 November 2024. Rohid kemudian didakwa melakukan pemerasan dan gratifikasi terkait pembiayaan pemilukada.  

(ada)