Korban lainnya diintimidasi di sekolah. Kali ini, seorang siswa kelas 3 SD di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, berinisial ARO (9), meninggal dunia akibat dugaan penganiayaan fisik yang dilakukan kakaknya. Kejadian ini tentu sangat menyedihkan khususnya dalam dunia pendidikan.

Korban diketahui mengalami beberapa tindak kekerasan, antara lain pengeroyokan, pelemparan ke tembok, dan pengeroyokan. Kondisinya memburuk hingga dilarikan ke rumah sakit. Setelah dirawat selama 3 hari di ruang ICU RSUD Subang, nyawa korban luka tak tertolong.

Tentu saja menemukan pelaku penyiksaan harus menimbulkan dampak sebaliknya. Jadi, apakah menghapuskan intimidasi di sekolah sudah cukup untuk mencegahnya?

Psikolog klinis Meity Arianty mengatakan sekolah harus bersikap tegas terhadap pelaku intimidasi. Jangan asal mengusir pelakunya dari sekolah karena masalah ini tidak akan selesai. 

Selain itu, siswa sudah tidak bisa dididik lagi dan orang tua sulit bekerjasama, kata Meity saat dihubungi MNC Portal, Selasa (26/11/2024).

Namun jika orang tua masih bisa bekerja sama dan siswa masih menjadi tanggung jawab sekolah, maka sekolah harus melakukan pembinaan.

“Berikan pendidikan psikologi dan konseling atau terapi kepada para siswa tersebut,” ujarnya.

Di luar itu, menurut Meity, sekolah harus mempelajari mengapa siswanya melakukan tindakan tersebut dan membantu siswa memahami bahwa apa yang dilakukannya kejam dan merugikan orang lain.  

“Ajari mereka tentang bullying, dampak dan akibat yang akan mereka alami jika menjadi pelaku bullying. Berikan gambaran kepada mereka seperti apa korban dan pelaku kekerasan,” ujarnya.

(qlh)

(qlh)