Pemilihan presiden Rumania tahun 2024 merupakan salah satu momen politik terpenting yang akan menentukan arah masa depan negara ini, baik dalam konteks domestik maupun hubungan internasional. Pemilu ini terdiri dari dua putaran: putaran pertama pada 24 November 2024 dan putaran kedua dijadwalkan pada 8 Desember 2024. Kali ini, 14 kandidat yang mewakili berbagai partai politik, mulai dari partai tradisional hingga independen, mengikuti pemilu presiden Rumania. , dan calon gerakan baru. Para kandidat ini berjuang untuk mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin kritis terhadap partai-partai arus utama seperti Partido Social Democrat (PST) dan Partido National Liberal (PNL), yang mengalami penurunan dukungan dalam beberapa tahun terakhir. 

Pada putaran pertama Călin Georgescu menang dengan 2.120.180 suara – 22,95%. Georgescu, calon independen peraih suara terbanyak pada putaran pertama, dinilai sebagai sosok kontroversial yang berpandangan pro-Rusia. Beberapa analis menyebutnya sebagai “kejutan” dalam politik Rumania. Jika dia terpilih, sikapnya terhadap Uni Eropa (UE) mungkin menjadi lebih skeptis dan mungkin mempengaruhi hubungan Rumania dengan lembaga-lembaga Eropa. 

Sebaliknya, Elena Lasconi dengan 1.771.599 suara – 19,17% Uniunea Salvați Romania (USR) adalah kandidat pro-Eropa yang mendorong integrasi lebih dalam dengan UE. Kemenangannya akan memperkuat posisi Rumania sebagai anggota Uni Eropa yang aktif dan setia. Rumania memainkan peran penting dalam agenda UE mengenai Balkan dan kawasan Laut Hitam. 

Kandidat dengan orientasi nasionalis atau Eurosceptic dapat menimbulkan tantangan bagi stabilitas internal Rumania. Hal ini terlihat dari banyaknya demonstrasi 400 mahasiswa dengan slogan ‘Jangan memilih diktator’. Tujuan penggunaan slogan ini adalah dapat mempengaruhi posisi negara tersebut dalam berbagai kebijakan UE, terutama pendanaan, kerja sama energi, dan kebijakan luar negeri. 

Călin Georgescu dikenal karena pandangan nasionalis dan skeptisismenya terhadap Uni Eropa. Jika ia mendorong isu bahwa Rumania harus mandiri dan tidak terlalu bergantung pada UE, dan bahwa opini positifnya terhadap Rusia dapat memperdalam hubungannya dengan blok Timur, hal ini dapat memicu ketegangan dengan UE, yang telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. . Invasi ke Ukraina. Ketidaksepakatan tersebut dapat mengesampingkan tujuan utama Uni Eropa (UE) Rumania dan membuka peluang perdebatan lebih lanjut mengenai peran negara tersebut dalam sistem UE, sehingga menghasilkan dialog serupa dengan Brexit yang dilakukan Inggris – yaitu proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Uni Eropa. Dalam hal ini, jika Romania melakukan hal yang sama maka akan mendapat gelar Romania dan Exit (Rexit). 

Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa resmi berlaku pada 31 Januari 2020 dengan masa transisi hingga akhir tahun 2020. Brexit memberikan dampak yang sangat besar, baik positif maupun negatif, yang masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Efek sampingnya meliputi:

1. Perdagangan dan Ekonomi, 

Inggris kehilangan akses tidak terbatas ke pasar tunggal UE. Meskipun Perjanjian Perdagangan dan Kerjasama UE-Inggris memastikan perdagangan bebas pajak dan saham, perusahaan-perusahaan Inggris menghadapi masalah tambahan karena hambatan non-tarif seperti audit pajak dan perselisihan peraturan. Gangguan rantai pasok juga terjadi, khususnya pada industri makanan dan farmasi. 

2. Kementerian Keuangan dan Jasa, 

Sektor jasa keuangan Inggris, salah satu kontributor terbesar perekonomiannya, kehilangan manfaat dari “paspor keuangan” yang memungkinkan bank beroperasi di seluruh UE. Hal ini menyebabkan banyak lembaga keuangan pindah ke benua Eropa. 

3. Mobilitas dan Hak Warga Negara

Warga negara Inggris yang memerlukan visa untuk tinggal di negara UE selama lebih dari 90 hari sebelumnya dapat berpindah secara bebas antar provinsi di Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi. Selain itu, kartu kesehatan Eropa tidak berlaku. Hal ini menambah kesulitan bagi warga yang membutuhkan bantuan medis di luar negeri. 

Kita juga perlu melihat dampak positif apa yang akan ditimbulkan oleh Brexit terhadap Inggris. Kedaulatan dan otonomi membuat Inggris bebas menentukan kebijakan perdagangan dan imigrasinya sendiri tanpa campur tangan UE. Beberapa orang melihat ini sebagai langkah penting untuk mendapatkan kembali kendali penuh atas kebijakan dalam negeri. Inggris juga dapat melindungi hak eksklusif di perairannya, yang diperkirakan akan meningkatkan pendapatan nelayan lokal sebesar £145 juta per tahun pada tahun 2026. 

Bagaimana jika Rexit mulai berlaku? Rexit atau gagasan Rumania keluar dari Uni Eropa (UE) masih bersifat spekulatif dan belum masuk dalam agenda resmi. Namun, dampak ini mungkin mencerminkan beberapa aspek dari pengalaman Brexit di Inggris, meskipun dengan konsekuensi yang berbeda karena peran dan ketergantungan Rumania pada UE. Dari sisi ekonomi, Rumania masih bergantung pada bantuan keuangan dari Uni Eropa untuk infrastruktur, pendidikan dan pembangunan ekonomi. Jika Rumania meninggalkan UE, Rumania akan kehilangan akses terhadap sumber daya penting ini, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pergerakan warga negara Rumania saat ini bebas untuk bekerja, belajar dan tinggal di negara anggota UE lainnya. Dengan Rexit, hak ini bisa hilang dan berdampak pada jutaan orang yang bekerja di luar negeri. Terakhir, jika Rumania keluar dari UE, Rumania, yang terletak di sekitar Rusia, akan melemahkan posisi geopolitiknya dan rentan terhadap tekanan eksternal, terutama dari blok Barat. 

Namun, jika Rumania meninggalkan UE melalui Rexit, posisinya di kancah internasional akan berubah secara signifikan. Bergabung dengan kelompok seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) mungkin merupakan salah satu opsi untuk mencari mitra ekonomi dan geopolitik baru, namun langkah ini memiliki tantangan dan konsekuensi yang besar. 

Lalu bagaimana jika menjadi negara netral seperti Indonesia? Sebagai negara netral, Rumania tidak bergabung dengan aliansi militer atau ekonomi apa pun, termasuk UE, NATO, atau aliansi lain seperti BRICS. Hal ini akan memberikan Rumania kebebasan untuk menentukan kebijakan luar negerinya tanpa tekanan dari negara-negara besar atau organisasi internasional, bahkan jika hal tersebut menimbulkan tantangannya sendiri. Namun, lokasi Rumania tidak memungkinkannya menjadi negara netral. Setelah berakhirnya Perang Dunia II dan penandatanganan perjanjian pada tahun 1947 untuk membagi wilayah pengaruh antara Uni Soviet dan Barat, Rumania menjadi negara komunis dan bersekutu dengan Blok Timur. Tahun itu, Rumania terpaksa menerima sistem komunis yang dipimpin Uni Soviet. Kekaisaran Rumania terpaksa menyerahkan sebagian besar kekuasaannya kepada Partai Komunis pro-Soviet. Pada tahun 1947, Raja Michael I dari Rumania terpaksa turun tahta di bawah tekanan Uni Soviet dan Rumania menjadi Republik Rakyat komunis. Negara ini kemudian menjadi anggota Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet, yang mencakup negara-negara komunis di Eropa Timur. Rumania tetap berada di bawah pengaruh politik dan militer Uni Soviet hingga akhir era Komunis, ketika rezim Ceausescu jatuh dalam Revolusi Rumania tahun 1989. Periode ini menandai kendali kuat Uni Soviet atas negara-negara satelitnya, termasuk Rumania, yang berada di bawah Pakta Warsawa dan Dewan Comecon, dua aliansi utama Uni Soviet. 

Lantas, jika ia memenangkan putaran kedua Pilpres 2024, apakah Rumania akan lebih baik di bawah kepemimpinan Celin Georgescu, atau sebaliknya? Selain itu, bisakah Uni Eropa, yang sudah lama dihormati di seluruh dunia, menjadi lebih lemah karena jumlah anggotanya lebih sedikit?

(Penulis: Ilham Ghatur Fata SE, MSc Global BPI Coordinator Wilayah Amerika-Eropa 2023-2024 BPI Romania)

(beras)