JAKARTA – Penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mandag) Thomas Tricassier Lembong atau Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung (Kjagong) menarik perhatian. Salah satunya karena Kejagung tidak menemukan bukti adanya aliran dana dugaan korupsi impor gula kepada Tom Lambong.
Abdulfikar Hajjar, pakar hukum Universitas Trisakti, menilai jaksa melakukan diskriminasi dalam menetapkan tersangka Tom Lembong. Ia mengatakan, Tom Lambong tidak bisa dimakzulkan hanya karena didasarkan pada dugaan kesalahan dalam pengambilan kebijakan.
Fikar kepada wartawan, Sabtu (16/11/2024), “Jika tidak terbukti seorang pejabat publik memperoleh materi yang bernilai ekonomi, maka itu disebut penyalahgunaan kekuasaan, persetujuan, dan sebagainya.
“Penuntutan tersebut melanggar hukum Indonesia karena keputusan suku tersebut diskriminatif,” kata Fikar.
Menurut Fikari, seorang politisi bisa saja mempunyai sikap berisiko terhadap jabatannya. Karena itu, dia menilai penetapan Tom sebagai tersangka bisa menjadi preseden dan membuat masyarakat jera menjadi pejabat publik.
Saat ini, Tom Lembong melalui tim kuasa hukumnya sedang mengajukan gugatan pendahuluan terkait status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Fikar mengatakan, proses praperadilan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan tersangka untuk menguji aspek formal penegakan hukum. Nantinya, hakim akan memeriksa kredibilitas seluruh bukti untuk memastikan persidangan dilakukan dengan baik.
Sidang pendahuluan juga memeriksa berkas perkara apakah cukup alasan alat bukti dijadikan bahan dugaan, kata Fikar.
Jika semua alat bukti sah, maka hakim tidak akan membatalkan tersangka suku tersebut dan perkara tetap dilanjutkan. Tetapi jika Anda sampai pada kesimpulan bahwa ada masalah, situasi mencurigakan tersebut harus dibatalkan.
Salah satu pendapat hakim adalah kebebasan saksi untuk memberikan kesaksian. Apabila yang diperiksa penyidik merasa terpaksa, maka akan ditanyakan status tersangka.
“Karena saksi bisa saja dipaksa atau dipaksa karena pergaulannya dengan korban atau pelapor, maka keterangannya akan melindungi korban,” kata Fikar.
Pada sidang pendahuluan, hakim dapat memeriksa unsur politik dalam perkara suku tersebut, kata Fikar. “Karena bisa jadi seseorang dicurigai karena faktor politik dan kepentingan lain, selain karena persoalan hukum. Seharusnya Hakim Papid mengusut hal ini,” kata Fikar.
Fakta lain yang perlu diperhatikan adalah keputusan suku tersebut untuk mengimpor gula. Fikar mengatakan, hal ini bisa dibandingkan dengan otoritas lain saat itu.
Ia menambahkan: “Atau lihat faktanya, kenapa menteri perdagangan lain yang mendatangkan impor seperti TL (Tom Lambong) tidak dikenakan biaya? “Sekalian saja menjadi hakim bagi Prapid,” kata Fikar.
(Ha)