YOGYAKARTA – Pimpinan daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Makanan Tembakau, dan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (PD FSP RTMM-SPSI) mendukung pengentasan kemiskinan dan pengangguran bagi pekerja di sektor tembakau. . Hal ini disebabkan adanya rencana penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek.

Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY Valjid Budi Lestarianto mengatakan kemiskinan dan pengangguran merupakan dua permasalahan yang mengancam masyarakat di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu saat ini.

Ancaman kemiskinan dan pengangguran juga berlaku bagi pekerja di sektor tembakau, kata Waljid dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).

RTMM DIY beranggotakan 5.250 orang yang sebagian besar bekerja di pabrik cerutu. Saat ini keberadaannya terancam menyusul diberlakukannya kebijakan kemasan rokok polos tanpa label dalam rancangan peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes).

Waljid juga meminta Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Hermawan untuk melindungi pekerja di sektor tembakau jelang Pilkada Serentak 2024.

“Kami sangat mengapresiasi program kemiskinan dan pengangguran yang digagas Wawan Hermawan,” ujarnya.

Pada saat yang sama, kata dia, sektor tembakau masih menjadi industri yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dengan pendidikan dan keterampilan terbatas. Oleh karena itu, perlindungan terhadap pekerja anggota RTMM DIY sangat penting dalam menghadapi meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah.

Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap peraturan yang mengancam nasib pekerja tembakau. Diantaranya, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) secara sepihak melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan taman bermain, serta melarang iklan di media luar dalam radius 500 meter. .

Pemerintah juga berencana menerapkan aturan kemasan rokok polos dalam usulan peraturan Menteri Kesehatan (rancangan Permenke) sebagai peraturan turunan dari PP 28/2024.

Peraturan ini melakukan standarisasi produk rokok dan menghilangkan logo serta identitas merek seluruh produk rokok sehingga semakin menyulitkan konsumen dan pengecer dalam membedakan produk rokok legal dan ilegal.

Berbagai ketentuan tersebut mendapat reaksi keras dari berbagai pihak hingga menuntut peninjauan kembali dan pencabutan.

“Ketentuan ini jelas mengancam pekerja anggota kami di saat mereka sangat membutuhkan perlindungan dari gelombang PHK massal. Kami menolak keras penerapan ketentuan ini,” kata Waljid.

RTMM DIY juga berharap kebijakan perlindungan ekosistem tembakau terus berlanjut di tingkat daerah.

“Mengingat tembakau berperan penting dalam angkatan kerja bagi ribuan orang, kami berharap para calon pemimpin daerah berkomitmen untuk melakukan perlindungan terhadap peraturan yang merugikan seperti kemasan rokok biasa yang tidak berlabel dan pajak cukai yang lebih tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, Wawan Hermawan, calon wakil walikota Yogyakarta, menegaskan upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu program prioritasnya.

Wawan mengatakan, para pekerja harus mendapat perhatian khusus dengan meningkatkan kesejahteraan pekerja di setiap perusahaan, salah satunya industri rokok.

“Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di Yogyakarta, termasuk pekerja rokok,” kata Wawan.

Terkait kebijakan PP 28/2024 dan bungkus rokok polos tanpa tanda, Wawan mengatakan kebijakan tersebut bisa menambah jumlah rokok ilegal.

Selain itu, Wawan menekankan perlunya perlindungan terhadap serikat pekerja rokok di Yogyakarta yang kaya akan sumber daya manusia. Oleh karena itu, mari kita bersinergi untuk lebih mengembangkan serikat ini ke depan, ujarnya.

(fmi)