JAKARTA – Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Sedunia berdiskusi mengenai permasalahan yang dihadapi pelajar Indonesia di luar negeri bersama Fatan Subchi, anggota VI Badan Pengawas Keuangan Republik Indonesia (BPK). 

Sebagai organisasi mahasiswa Indonesia, PPI Dunia telah membawa berbagai isu ke PPK di 66 negara. Mengikuti Pengurusan PPI Global bersama Wakil Koordinator PPI Global 2024/2025 dan Koordinator PPIDC Afrika Timur Tengah 2024/2025. 

Koordinator PPI Dunia Merhadi yang merupakan mahasiswa PhD di Hungaria University of Agriculture and Life Sciences di Budapest, mengangkat beberapa isu penting. Permasalahan pertama yang muncul adalah mahalnya biaya mahasiswa LPDP di luar negeri yang tidak sesuai dengan nilai beasiswa yang diterimanya.

“Banyak penerima beasiswa yang harus menjual harta bendanya untuk berangkat, sehingga mengakibatkan tingginya biaya hidup, sehingga mempengaruhi prestasi akademik siswanya,” kata mantan presiden PPI Hongaria ini.

Permasalahan lainnya adalah banyaknya permohonan dari mahasiswa penerima beasiswa yang tidak ingin kembali ke Indonesia karena profesinya terkait dengan minimnya lapangan kerja di dalam negeri. Itu sebabnya banyak orang memutuskan untuk tinggal dan bekerja di luar negeri.

Permasalahan ketiga yang diidentifikasi PPI Dunia adalah masih belum komprehensifnya LPDP sebagai penyedia beasiswa terbesar di Indonesia. Banyak pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah tidak berkesempatan memperoleh LPDP. 

“Kami berharap pemerintah juga memberikan perhatian terhadap pelajar Indonesia di Timur Tengah,” kata Koordinator PPID Regional Timur Tengah Afrika Ahmad Dailami Fadil.

Permasalahan keempat adalah banyak mahasiswa penerima beasiswa non-LPDP yang memerlukan bantuan keuangan dari LPDP. PPI Dunia juga menawarkan skema pendanaan tambahan dari dana LPDP kepada mahasiswa berprestasi untuk melanjutkan dan menyelesaikan studinya. Saat ini, hanya mahasiswa Hongaria yang mendapat fasilitas pengumpulan LPDP.

Isu kelima, PPI Dunya juga menyampaikan meskipun jumlah pelajarnya sangat tinggi, seperti Turki dan Taiwan yang jumlah pelajarnya lebih dari 5.000 orang, namun masih banyak negara yang kekurangan aplikasi pendidikan, maka masalah ini harus menjadi perhatian pemerintah. Terdapat ruang bagi siswa untuk berdiskusi dan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap studinya.

Menanggapi hal tersebut, Fatan Subchi mengucapkan terima kasih kepada PPI Dunia atas kunjungannya dan akan menyampaikan keinginan yang disampaikan PPI Dunia kepada banyak pemangku kepentingan. 

“Kami memahami tantangan serius yang dihadapi pelajar internasional. Termasuk biaya pendidikan. Kami akan bekerja sama mencari solusi terbaik,” kata anggota yang membidangi audit pendidikan di BPC tersebut.

Selain itu, Fathan menekankan pentingnya informasi dan data pelajar Indonesia perantauan untuk meningkatkan pemantauan dan evaluasi kinerja pemerintah. “PPI Dunya sebagai lembaga kemahasiswaan harus lebih tersentralisasi menjadi mitra pemerintah untuk berbagi informasi dan update untuk mengetahui bidang-bidang apa saja yang perlu dikembangkan pemerintah,” kata Fathan.

“BPC berkomitmen untuk mendorong dan mewujudkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul,” tutup Fathan.

(gangguan)

(gangguan)