JAKARTA – Pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto mempunyai dorongan untuk mengatasi berbagai kasus hukum yang menghambat penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Setidaknya ditangkapnya tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya bisa menjadi pintu masuk.

Lembaga Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melaporkan keputusan tersebut setelah melakukan tinjauan publik terhadap beberapa putusan pengadilan dan peninjauan terhadap ketentuan terkini mengenai proses penangkapan (OTT) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Di sinilah ketiga hakim tersebut diduga meremehkan putusan Ronald Tannoor. 

OTT ini pun menyeret petinggi Mahkamah Agung (MA). Pemeriksaan kenegaraan PBHI yang merupakan penilaian terbuka terhadap putusan pengadilan telah menetapkan tiga ahli kriminologi — Rakhi Marban, Vidya Prahasasitha, dan Ahmad Sobyan — sebagai pemeriksa.

Menurut Ketua Dewan Nasional PBHI Julius Ibrani, ada kejanggalan dalam pemeriksaan yang diduga terkait penanganan perkara, misalnya Agus Udoyo, Demam Berdarah Hedi Safina, dan Alex Tenny. Kasus Alex Denny tidak lepas dari kasus Agus Udoyo dan Tengu Hedi Safina yang sama-sama didakwa melakukan peristiwa atau perbuatan yang sama namun membuahkan hasil yang berbeda dan berlawanan, kata Julius, dalam laporannya, Senin 4/ 11/2024).

Alex Denny, mantan Wakil Menteri PAN-RB, diberhentikan sementara setelah putusan Mahkamah Agung pada tahun 2013 dalam perkara nomor 163 K/Pid.Sus/2013 dalam perkara yang ditangani Pengadilan Negeri Bandung pada tahun 2006. Kasus tersebut kembali ke publik. perhatian pada Juli 2024 setelah ditangkap pihak berwenang imigrasi di bandara soekarno-hatta dari italia. 

Terbitnya Drait Distinguished Job Manual (DJM) menimbulkan banyak pertanyaan, terutama karena persiapannya yang tertunda selama 11 tahun. PBHI menemukan berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan peradilan, proses hukum, dan isi putusan.

“PBHI melihat adanya perbedaan komposisi hakim dan pengadilan tinggi serta masa pemeriksaan selama lima tahun hingga tahun 2013. Selain itu, mereka terkesan tidak mengikuti standar transparansi administrasi,” tutupnya.

(beras)