Kabar duka datang dari dunia boneka Tanah Air. Ki Warseno Slenk, dalang kondang asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, meninggal dunia di usia 59 tahun pada Kamis (12/12/2024) pukul 04.30 WIB.
Menurut sepupu almarhum Jatmiko, Varseno meninggal dunia setelah dirawat selama tiga hari di rumah sakit karena penyakit jantung.
Pak Slenk dirawat karena PKU selama tiga hari, kini jenazahnya sudah dibawa pulang, ujarnya, Kamis (12/12/2024) seperti dikutip Antara.
Jenazah selanjutnya akan dimakamkan pada Kamis sore di Astana Depokan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.
Sedangkan Warseno yang juga merupakan adik boneka Anom Surotto, meninggalkan istri dan dua anaknya. Salah satu putranya, Amar Pradopo, juga mengikuti jejak ayahnya dalam bidang pedalangan.
Berikut profil lengkap Ki Warseno Slank seperti dilansir Okezone, Kamis (12/12/2024).
Dr.Ir. Varsina Harjadarsana atau lebih dikenal dengan nama Varseno Slanki lahir pada tanggal 18 Juni 1965. Beliau merupakan seniman di Universitas Tuna Pembangunan Surakarta.
Adik dari Ki Anom Suruto ini lahir dan besar di Klaten, Jawa Tengah. Pada usia 59 tahun, ia belajar bermain boneka sejak usia dini. Dia memulai debutnya pada usia 16 tahun sebagai boneka.
Kemampuannya tersebut berkat didikan orang tuanya, Ki Harjadarsana, yang juga seorang boneka terkenal di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah antara tahun 1950 hingga 1975.
Juga belajar pedalangan di STSI Surakarta selama dua semester. Pada awalnya gaya Pakelirannya mengikuti gaya kakaknya, Ki Anom Surotto.
Namun berkat kreativitasnya, ia mampu menemukan ciri khas gaya komunikasinya dan selalu dekat dengan generasi muda yang rawan hura-hura atau bahasa gaul.
Varseno sesekali berkolaborasi dengan berbagai musik etnik dan barat dan melakukan banyak eksperimen kreatif yang menggabungkan genre musik berbeda seperti rock, punk, rap, serta gamelan.
Hasilnya adalah sebuah musik kolektif gamelan yang digandrungi anak muda, wayang campursari.
Merasa dirinyalah yang menggagas pertunjukan penuh warna dan kolaboratif yang memadukan berbagai alat musik barat dan etnik, akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan pertunjukan Weiyang ke proporsi aslinya.
Tekad untuk kembali ke dasar disebabkan oleh kedangkalan estetika yang berlebihan, karena tidak dibarengi dengan penelusuran mendalam, melainkan dengan mengikutinya.
Dan Varseno mencurahkan seluruh kemampuan artistiknya untuk melindungi moralitas sebagai ciptaan Tuhan.
Tak hanya dalam seni, ia juga merasa bertanggung jawab menyebarkan pandangan seninya dengan mendirikan stasiun radio Suara Slank yang program acaranya didominasi seni dan budaya Jawa.
Di sela-sela kesibukannya mengajar dan bermain pedalangan, Varseno mengadakan pertunjukan wayang kulit bertajuk Setu Legen di rumahnya setiap Sabtu malam untuk merayakan ulang tahunnya.
(qlh)