JAKARTA – Akademisi antikorupsi Universitas Islam Indonesia (UII) meminta agar Mardani H Maming dibebaskan secepatnya. Tekanan ini timbul setelah meninjau kembali putusan hakim dan menemukan kekeliruan serta kekeliruan dalam putusan hakim.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum UII, Dr. Mahrus Ali, demikian keterangannya, Selasa (22/10/2024).  Menurutnya, Mardani H Maming tidak melanggar seluruh pasal yang didakwakan dan harusnya dibebaskan demi hukum dan keadilan.

“Menurut analisa kami, Mardani H Maming tidak melanggar Pasal 93 UU Minerba, karena aturan pasal itu berlaku bagi pemegang IUP, bukan bagi bupati yang menerbitkan SK,” ujarnya.

Dua pekan lalu, Sabtu (10/5/2024), sejumlah akademisi antikorupsi Fakultas Hukum UII menggelar acara bedah buku yang mengungkap kekeliruan dan kesalahan hakim yang menangani kasus Mardani H Maming.

Ada sepuluh penguji yang memberikan catatan. Mereka adalah Dr Ridwan Khairandy, Dr Mudzakkir, Prof Hanafi Amrani, Prof Dr Ridwan, Dr Eva Achjani Zulfa, Dr Muhammad Arif Setiawan, Dr Nurjihad, Dr Mahrus Ali, Dr Karina Dwi Nugrahati. Putri, dan Dr. Ratna Hartanto.

Kesepuluh penguji ini berasal dari berbagai latar belakang. Semua pengacara ahli di bidang hukum pidana, hukum perdata, kriminologi, hukum administrasi negara, dan viktimologi. Usai diperiksa, mereka semua sepakat, tanpa berdebat atau berbeda pendapat, untuk segera menyelamatkan Mardani H Maming dan mengembalikan namanya. 

Membuka debat kajian, Wakil Rektor UII Bidang Kemahasiswaan, Agama dan Alumni, Dr. Rohidin mengatakan, kajian Mardani H Maming sungguh menarik, sebaiknya jangan menyalahkan hakim yang dinilai bijak. 

Ia mengatakan, hakim sebagai hakim seharusnya mempunyai kemampuan dalam memutus perkara secara adil dan cepat dalam situasi dilematis.  Keputusan itu juga harus berdasarkan pertimbangan kualitatif, bukan kuantitatif, serta kemanusiaan dan kemaslahatan. Semua itu demi kepentingan umum atau semua pihak, ujarnya. 

Salah satu penguji yang berprofesi sebagai Guru Besar Hukum Negara FH UII, Prof. Dr. Ridwan mengatakan, menurut Kejaksaan Negeri (JPU) dan Majelis Tingkat Banding dan Kasasi, kesalahan terdakwa saat menandatangani dan menerbitkan Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 bertentangan dengan Pasal 93.1 UU 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

“Bagaimana tindakan terdakwa selaku Bupati Tanah Bumbu yang mengalihkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara (IUP-OP) dari persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial PT.?

“Jawaban dari kedua persoalan hukum tersebut adalah tentang persyaratan izin, IUP dan IUPK, pengalihan IUP-OP, dan pengalihan IUP OP,” lanjut Profesor Ridwan.

Pada masa peralihan IUP, seluruh dokumen dan persyaratan sudah lengkap, sehingga aturan tidak dilanggar. Semua sejalan dengan mekanisme dan peraturan hukum yang berlaku.

Resensi lain yang juga merupakan editor buku tersebut, Dr. Mahrus Ali mengaku sedang mencari persoalan hukum, yakni terkait suap penerbitan SK Bupati. 296/2011 bertentangan atau melanggar Pasal 93 No. 4 tahun 2009. 

“Aturan Pasal 93 ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan 3 Pasal 93 UU 4/2009 terpenuhi, maka dilakukan pengalihan atau delegasi. IUP tidak boleh atau dilarang”, kata Dr Mahrus.

Dr. Mahrus Ali menilai tindakan Mardani Maming dalam Keputusan Bupati 296 Tahun 2011 tentang Perjanjian Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL ke PT PCN tidak melanggar aturan. 

Mempertimbangkan seluruh fakta persidangan, Mardani H Maming harusnya dibebaskan, nama baiknya dipulihkan dan dipulihkan.

(Hah)