Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin harus menghadapi tembok sulit setelah menemukan dugaan pelecehan yang menyebabkan meninggalnya dr Auli’i Risma Lestari.
Dr Aulia diketahui merupakan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi (PPDS) Universitas Diponegoro. Ia ditemukan tewas di kosnya saat belajar di PPDS.
Menkes Budi lantang mengklaim kematian dr Auli’i akibat dugaan penganiayaan di sana. Menteri Kesehatan Budi memastikan pihaknya memiliki sejumlah bukti yang mendukung argumennya.
“Yang saya lihat jelas sekali dari WhatsApp,” kata Budi Gunadi saat berada di Komplek RSUP Dr. Sarjito, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu, 28 Agustus 2024.
“Bukan hanya diarynya, tapi percakapan dengan ayah, ibu, adik, dan tantenya, semua ada di saku saya. Jadi secara pribadi saya sudah tahu apa yang terjadi. Saya tahu betul apa yang terjadi,” kata Budi.
Menteri Kesehatan memberi tahu polisi
Upaya mengungkap dugaan kasus pelecehan menyebabkan Menteri Kesehatan Budi dilaporkan ke polisi. Komite Solidaritas Profesional dan Unit Anti Kepalsuan menyebut Menteri Kesehatan Budi menyebarkan berita bohong.
M. Nasser, perwakilan Komite Solidaritas Profesional, mengatakan kematian Dr. Auli’i akibat penganiayaan dianggap sebagai berita palsu.
“Hari ini kami datang ke Bareskrim untuk melaporkan pejabat Kementerian Kesehatan yang menyebarkan berita bohong yang menimbulkan masalah. Curang, kami menyesalinya. 11 September 2024
Tak hanya Menteri Kesehatan, Kasus serupa juga dilaporkan Komite Solidaritas Profesi kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya.
Menanggapi laporan tersebut, Menteri Kesehatan Budi mengaku mengetahui adanya laporan tersebut. Ia meyakini laporan Komite Solidaritas Profesional ditolak polisi.
Meski demikian, Menkes Budi akan sangat terbuka jika pihak pelapor melakukan mediasi terhadap dirinya. Sejauh ini Menteri Kesehatan Budi belum menerima undangan untuk menengahi keduanya.
UNDP dan RS Kariadi mengaku melakukan pelecehan
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran (FM) Undeep, MD Jan Wisnu Prayoko mengakui adanya perundungan di PPDS Anestesi. Ia pun meminta maaf kepada masyarakat atas dugaan kejadian tersebut dan meminta kontribusinya untuk lebih memperbaiki keadaan.
“Saya sampaikan hari ini bahwa kita menyadari dan mengakui sepenuhnya bahwa terdapat praktik atau kejadian bullying dalam berbagai bentuk di internal pendidikan kedokteran kita,” kata Dekan Undipa FC Jan Wisnu Prayoko saat jumpa pers di Semarang. , Jumat, 13 September 2024
“Kami mohon maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Komisi IX, Komisi
Salah satu dugaan perundungan adalah pemberian biaya antara Rp 20 hingga 40 juta untuk mahasiswa baru PPDS. Tarif tersebut berlaku selama 6 bulan atau 1 semester dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan peserta PPDS itu sendiri, termasuk seniornya, selama menjalani PPDS di RSUP Dr Kariadi.
“Untuk gotong royong saat masuk, tapi nanti kalau semester 2 (tidak lebih) diganti semester 1 (yang berbayar), dan begitu terus,” jelasnya.
Selain untuk makan, lanjut Ian, uang tersebut juga digunakan untuk membayar transaksi lainnya, mulai dari biaya pendaratan di RSUP Dr Kariadi hingga sewa mobil. Antara 7 dan 11 mahasiswa semester pertama berkontribusi.
Yang menerima bahwa apapun alasannya, pembayaran tersebut adalah pajak dan tidak dapat dibenarkan.
“Saya katakan di balik beberapa rasionalisasi, pihak luar melihat hal ini sebagai hal yang tidak pantas. Jadi, bullying tidak selalu merupakan penyiksaan, tapi secara fungsional, ya, adalah konsekuensi dari pekerjaan mereka,” tegas Ian Wisnu.
Hal senada juga diungkapkan Dr Mahabara Jan Putra, Direktur Operasi RS Kariadi Semarang. Ia mengatakan kejadian tersebut menjadi pembelajaran bagi pihaknya untuk terus mendorong perbaikan.
“Kepada Kementerian Kesehatan, Kemendikbud, dan seluruh masyarakat, saya berharap hal ini dapat memberikan dorongan bagi RSUP Cariadi sebagai fasilitas khusus untuk melakukan evaluasi lebih lanjut. Kami mohon maaf,” ujarnya.
Kasus dugaan perundungan ini merupakan satu dari sekian banyak kasus yang terjadi di PPDS. Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ada sekitar 300 kasus perundungan di PPDS.
Jumlah tersebut mewakili 30 persen dari 1.000 kasus yang dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Dari jumlah tersebut, Kementerian Kesehatan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Melihat kasus dugaan perundungan massal yang terjadi, diharapkan kasus PPDS di Undip dapat membuka pintu bagi semua pihak untuk memberantas praktik senioritas dan perundungan dalam bentuk apapun. Kami berharap kedepannya kasus seperti ini tidak terulang lagi dan lulusan PPDS dapat terus memberikan manfaat bagi bangsa dan negara.
(kamp)