KYIV – Ukraina telah melarang penggunaan aplikasi perpesanan Telegram pada perangkat resmi yang digunakan oleh pejabat pemerintah, militer, dan pekerja penting. Dinas Keamanan Ukraina mengatakan mereka yakin Rusia bisa memata-matai pesan dan pengguna.
Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional mengumumkan sanksi tersebut setelah kepala dinas intelijen militer GUR Ukraina, Kyrylo Budanov, memberikan bukti kepada dewan tersebut tentang kemampuan dinas khusus Rusia yang memata-matai platform tersebut.
Menurut Reuters, pada Sabtu (21/9/2024), Kepala Pusat Solusi Kontra Intelijen Dewan Keamanan Nasional, Andriy Kovalenko, mengirimkan melalui Telegram bahwa hanya materi resmi yang berlaku dengan melarang telepon tertentu.
Telegram banyak digunakan di Ukraina dan Rusia dan telah menjadi sumber informasi penting sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Namun, pejabat pertahanan Ukraina telah berulang kali menyuarakan kekhawatiran mengenai penggunaannya selama perang.
Telegram didirikan oleh Pavel Durov, kelahiran Rusia, yang meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas pembangkang di platform media sosial VKontakte, yang telah ia jual. Durov ditangkap ketika dia tiba di Prancis pada bulan Agustus sebagai bagian dari penyelidikan kriminal terhadap pornografi anak, perdagangan narkoba, dan transaksi penipuan di Telegram.
Pernyataan Dewan Keamanan mengatakan Budanov memberikan bukti bahwa layanan khusus Rusia dapat mengakses pesan-pesan Telegram, termasuk pesan-pesan yang dihapus, serta data pribadi pengguna.
“Saya sudah mendukung dan terus mendukung kebebasan berekspresi, namun isu Telegram bukanlah soal kebebasan berekspresi, ini soal keamanan nasional,” kata Budanov.
Usai mengumumkan keputusan tersebut, Telegram mengeluarkan pernyataan yang menyatakan tidak pernah mengungkapkan data atau isi pesan.
“Telegram tidak menyediakan data pesan ke negara mana pun, termasuk Rusia. Pesan yang dihapus akan terhapus secara permanen dan secara teknis tidak dapat dipulihkan,” kata Telegram.
Dikatakan bahwa setiap kasus dugaan “pesan yang bocor” terbukti merupakan “akibat dari perangkat keras yang disusupi, baik melalui pembajakan atau malware”.
Menurut data Telemetrio, sekitar 33.000 saluran Telegram aktif di Ukraina.
Presiden Volodymyr Zelenskiy, yang duduk di Dewan Keamanan, serta komandan militer dan pejabat regional dan kota secara teratur mengeluarkan informasi terkini mengenai perang tersebut dan melaporkan keputusan-keputusan penting di Telegram.
Media Ukraina memperkirakan bahwa 75% warga Ukraina menggunakan aplikasi ini untuk berkomunikasi dan menemukan bahwa 72% menganggapnya sebagai sumber informasi pada akhir tahun lalu.
(Hah)